Thursday, January 31, 2019

KISAH NABI AYYUB


Berkata salah seorang malaikat kepada kawan-kawannya yang lagi berkumpul berbincang-bincang tentang tingkah-laku makhluk Allah, jenis manusia di atas bumi : "Aku tidak melihat seorang manusia yang hidup di atas bumi Allah yang lebih baik dari hamba Allah Ayyub". Ia adalah seorang mukmin sejati ahli ibadah yang tekun. Dari rezeki yang luas dan harta kekayaan yang diberikan oleh Allah kepadanya, ia mengenepikan sebahagian untuk menolong orang-orang yang memerlukan para fakir miskin. Hari-harinya terisi penuh dengan ibadah, sujud kepada Allah dan bersyukur atas segala nikmat dan kurnia yang diberikan kepadanya."

Para kawanan malaikat yang mendengarkan kata-kata pujian dan sanjungan untuk diri Ayyub mengakui kebenaran itu bahkan masing-masing menambahkan lagi dengan menyebut beberapa sifat dan tabiat yang lain yang ada pada diri Ayyub. Percakapan para malaikat yang memuji-muji Ayyub itu didengar oleh Iblis yang sedang berada tidak jauh dari tempat mereka berkumpul. Iblis merasa panas hati dan jengkel mendengar kata-kata pujian bagi seseorang dari keturunan Adam yang ia telah bersumpah akan disesatkan ketika ia dikeluarkan dari syurga kerananya. Ia tidak rela melihat seorang dari anak cucu anak Nabi Adam menjadi seorang mukmin yang baik, ahli ibadah yang tekun dan melakukan amal soleh sesuai dengan perintah dan petunjuk Allah.

Pergilah Iblis mendatangi Ayyub untuk menyatakan sendiri sampai sejauh mana kebenaran kata-kata pujian para malaikat itu kepada diri Ayyub. Ternyata memang benar Ayyub patut mendapat segala pujian itu. Ia mendatangi Ayyub bergelimpangan dalam kenikmatan duniawi, tenggelam dalam kekayaan yang tidak ternilai besarnya, mengepalai keluarga yang besar yang hidup rukun, damai dan bakti. Ia mendapati Ayyub tidak tersilau matanya oleh kekayaan yang ia miliki dan tidak tergoyahkan imannya oleh kenikmatan duniawinya. Siang dan malam ia sentiasa menemui Ayyub berada di mihrabnya melakukan solat, sujud dan tasyakur kepada Allah atas segala pemberian-Nya. Mulutnya tidak berhenti menyebut nama Allah berzikir, bertasbih dan bertahmid. Ayyub ditemuinya sebagai seorang yang penuh kasih sayang terhadap sesama makhluk Allah yang lemah, yang lapar diberinya makan, yang telanjang diberinya pakaian, yang bodoh diajar dan dipimpin dan yang salah ditegur.

Iblis gagal dalam usahanya memujuk Ayyub. Telinga Ayyub pekak terhadap segala bisikannya dan fitnahannya dan hatinya yang sudah penuh dengan iman dan takwa tidak ada tempat lagi bagi bibit-bibit kesesatan yang ditaburkan oleh Iblis. Cinta dan taatnya kepada Allah merupakan benteng yang ampuh terhadap serangan Iblis dengan peluru kebohongan dan pemutar-balikan kebenaran yang semuanya mental tidak mendapatkan sasaran pada diri Ayyub. Akan tetapi Iblis bukanlah Iblis jika ia berputus asa dan kegagalannya memujuk Ayyub secara langsung. Ia pergi menghadapi kepada Allah untuk menghasut. Ia berkata : " Wahai Tuhan, sesungguhnya Ayyub yang menyembah dan memuji-muji-Mu, bertasbih dan bertahmid menyebut nama-Mu, ia tidak berbuat demikian seikhlas dan setulus hatinya kerana cinta dan taat pada-Mu. Ia melakukan itu semua dan berlaku sebagai hamba yang soleh tekun beribadah kepada-Mu hanya kerana takut akan kehilangan semua kenikmatan duniawi yang telah Engkau kurniakan kepadanya. Ia takut, jika ia tidak berbuat demikian , bahawa engkau akan mencabut daripadanya segala nikmat yang telah ia perolehnya berupa puluhan ribu haiwan ternakan, beribu-ribu hektar tanah ladang, berpuluh-puluh hamba sahaya dan pembantu serta keluarga dan putera-puteri yang soleh dan bakti. Tidakkah semuanya itu patut disyukuri untuk tidak terlepas dari pemilikannya dan habis terkena musibah? Di samping itu Ayyub masih mengharapkan agar kekayaannya bertambah menjadi berlipat ganda. Untuk tujuan dan maksud itulah Ayyub mendekatkan diri kepada-Mu dengan ibadah dan amal-amal solehnya dan andai kata ia terkena musibah dan kehilangan semua yang ia miliki, nescaya ia akan mengubah sikapnya dan akan melalaikan kewajibannya beribadah kepada-Mu."

Allah berfirman kepada Iblis : " Sesungguhnya Ayyub adalah seorang hamba-Ku yang sangat taat kepada-Ku, ia seorang mukmin sejati, apa yang ia lakukan untuk mendekati dirinya kepada-Ku adalah semata-mata didorong oleh iman yang teguh dan taat yang bulat kepada-Ku. Iman dan takwa yang telah meresap di dalam lubuk hatinya serta menguasai seluruh jiwa raganya tidak akan tergoyah oleh perubahan keadaan duniawinya. Cintanya kepada-Ku yang telah menjiwai amal ibadah dan kebajikannya tidak akan menurun dan menjadi kurang, musibah apa pun yang akan melanda dalam dirinya dan harta kekayaannya. Ia yakin seyakin-yakinnya bahwa apa yang ia miliki adalah pemberian-Ku yang sewaktu-waktu dapat Aku cabut daripadanya atau menjadikannya bertambah berlipat ganda. Ia bersih dari semua tuduhan dan prasangkamu. Engkau memang tidak rela melihathamba-hamba-Ku anak cucu Adan berada di atas jalan yang benar, lurus dan tidak tersesat. Dan untuk menguji keteguhan hati Ayyub dan kebulatan imannya kepada-Ku dan kepada takdir-Ku, Aku izinkan engkau untuk mencuba menggodanya serta memalingkannya daripada-Ku. Kerahkanlah pembantu-pembantumu menggoda Ayyub melalui harta kekayaannya dan keluarganya. Cuba binasakanlah harta kekayaannya dan cerai-beraikanlah keluarganya yang rukun dan bahagia itu dan lihatlah sampai di mana kebolehanmu menyesatkan dan merusakkan iman hamba-Ku Ayyub itu."

Dikumpulkanlah oleh Iblis syaitan-syaitan, pembantunya, diberitahukan bahawa ia telah mendapatkan izin dari Tuhan untuk mengganyang ayyub, merusak aqidah dan imannya dan memalingkannya dari Tuhannya yang ia sembah dengan sepenuh hati dan keyakinan. Jalannya ialah dengan memusnahkan harta kekayaannya sehingga ia menjadi seorang yang papa dan miskin, mencerai-beraikan keluarganya sehingga ia menjadi sebatang kara tidak berkeluarga, Iblis berseru kepada pembantu-pembantunya itu agar melaksanakan tugas penyesatan Ayyub sebaik-baiknya dengan segala daya dan siasat apa saja yang mereka dapat lakukan.

Dengan berbagai cara gangguan, akhirnya berhasillah kawanan syaitan itu menghancurkan-luluhkan kekayaan Ayyub, yang dimulai dengan haiwan-haiwan ternakannya yang bergelimpangan mati satu persatu sehingga habis sama sekali, kemudian disusul ladang-ladang dan kebun-kebun tanamannya yang rusak menjadi kering dan gedung-gedungnya yang terbakar habis dimakan api, sehingga dalam waktu yang sangat singkat sekali Ayyub yang kaya-raya tiba-tiba menjadi seorang papa miskin tidak memiliki selain hatinya yang penuh iman dan takwa serta jiwanya yang besar.

Setelah berhasil menghabiskan kekayaan dan harta milik Ayyub datanglah Iblis kepadanya menyerupai sebagai seorang tua yang tampak bijaksana dan berpengalaman dan berkata : "Sesungguhnya musibah yang menimpa dirimu sangat dahsyat sekali sehingga dalam waktu yang begitu sempit telah habis semua kekayaanmu dan hilang semua harta kekayaan milikmu. Kawan-kawanmu merasa sedih ssedang musuh-musuhmu bersenang hati dan gembira melihat penderitaan yang engkau alami akibat musibah yang susul-menyusul melanda kekayaan dan harta
milikmu. Mereka bertanya-tanya, gerangan apakah yang menyebabkan Ayyub tertimpa musibah yang hebat itu yang menjadikannya dalam sekelip mata kehilangan semua harta miliknya. Sementara orang dari mereka berkata bahawa mungkin kerana Ayyub tidak ikhlas dalam ibadah dan semua amal kebajikannya dan ada yang berkata bahawa andaikan Allah, Tuhan Ayyub, benar-benar berkuasa, nescaya Dia dapat menyelamatkan Ayyub dari malapetaka, mengingat bahawa ia telah menggunakan seluruh waktunya beribadah dan berzikir, tidak pernah melanggar perintah-Nya . Seorang lain menggunjing dengan mengatakan bahawa mungkin amal ibadah Ayyub tidak diterima oleh Tuhan, kerana ia tidak melakukan itu dari hati yang bersih dan sifat ria dan ingin dipuji dan banyak lagi cerita-cerita orang tentang kejadian yang sangat menyedihkan itu. Akupun menaruh simpati kepadamu, hai Ayyub dan turut bersedih hati dan berdukacita atas nasib yang buruk yang engkau telah alami."

Iblis yang menyerupai sebagai orang tua itu - mengakhiri kata-kata hasutannya seraya memperhatikan wajah Ayyub yang tetap tenang berseri-seri tidak menampakkan tanda-tanda kesedihan atau sesalan yang ingin ditimbulkan oleh Iblis dengan kata-kata racunnya itu. Ayyub berkata kepadanya : "Ketahuilah bahawa apa yang aku telah miliki berupa harta benda, gedung-gedung, tanah ladang dan haiwan ternakan serta lain-lainnya semuanya itu adalah barangan titipan Allah yang diminta-Nya kembali setelah aku cukup menikmatinya dan memanfaatkannya sepanjang masa atau ibarat barang pinjaman yang diminta kembali oleh tuannya jika saatnya telah tiba. Maka segala syukur dan ouji bagi Allah yang telah memberikan kurniaan-Nya kepadaku dan mencabutnya kembali pula dari siapa yang Dia kehendaki dan mencabutnya pula dari siapa saja yang Dia suka. Dia adalah yang Maha Kuasa mengangkat darjat seseorang atau menurunkannya menurut kehendak-Nya. kami sebagai hamba-hamba makhluk-Nya yang lemah patut berserah diri kepada-Nya dan menerima segala qadha' dan takdir-Nya yang kadang kala kami belum dapat mengerti dan menangkap hikmah yang terkandung dalam qadha' dan takdir-Nya itu."

Selesai mengucapkan kata-kata jawabnya kepada Iblis yang sedang duduk tercenggang di depannya, menyungkurlah Ayyub bersujud kepada Allah memohon ampun atas segala dosa dan keteguhan iman serta kesabaran atas segala cubaan dan ujian-Nya. Iblis segera meninggalkan rumah Ayyub dengan rasa kecewa bahawa racun hasutannya tidak termakan oleh hati hamba Allah yang bernama Ayyub itu. Akan tetapi Iblis tidak akan pernah berputus asa melaksanakan sumpah yang ia telah nyatakan di hadapan Allah dan malaikat-Nya bahawa ia akan berusaha menyesatkan Bani Adam di mana saja mereka berada. Ia merencanakan melanjutkan usaha gangguan dan godaannya kepada Ayyub lewat penghancuran keluarganya yang sedang hidup rukun, damai dan saling hidup cinta mencintai dan harga menghargai. Iblis datang lagi menghadap kepada Tuhan dan meminta izin meneruskan usahanya mencuba Ayyub. Berkata ia kepada Tuhan: "Wahai Tuhan, Ayyub tidak termakan oleh hasutanku dan sedikit pun tidak goyah iman dan aqidahnya kepada-Mu meski pun ia sudah kehilangan semua kekayaannya dan kembali hidup papa dan miskin kerana ia masih mempunyai putera-putera yang cekap yang dapat ia andalkan untuk mengembalikan semua yang hilang itu dan menjadi sandaran serta tumpuan hidupnya di hari tuanya. Menurut perkiraanku, Ayyub tidak akan bertahan jika musibah yang mengenai harta kekayaannya mengenai keluarganya pula, apa lagi bila ia sangat sayang dan mencintai, maka izinkanlah aku mencuba kesabarannya dan keteguhannya kali ini melalui godaan yang akan aku lakukan terhadap keluarganya dan putera-puteranya yang ia sangat sayang dan cintai itu."

Allah meluluskan permintaan Iblis itu dan berfirman : "Aku mengizinkan engkau mencuba sekali lagi menggoyahkan hati Ayyub yang penuh iman, tawakkal dan kesabaran tiu dengan caramu yang lain, namun ketahuilah bahawa engkau tidak akan berhasil mencapai tujuanmu melemahkan iman Ayyub dan menipiskan kepercayaannya kepada-Ku." Iblis lalu pergi bersama pembantu-pembantunya menuju tempat tinggal putera-putera Ayyub di suatu gedung yang penuh dengan sarana-sarana kemewahan dan kemegahan, lalu digoyangkanlah gedung itu hingga roboh berantakan menjatuhi dan menimbuni seluruh penghuninya. Kemudian cepat-cepatlah pergi Iblis mengunjungi Ayyub di rumahnya, menyerupai sebagai seorang dari kawan-kawan Ayyub, yang datang menyampaikan takziah dan menyatakan turut berdukacita atas musibah yang menimpa puteranya. Ia berkata kepada Ayyub dalam takziahnya: "Hai Ayyub, sudahkah engkau melihat putera-puteramu yang mati tertimbun di bawah runtuhan gedung yang roboh akibat gempa bumi? Kiranya, wahai Ayyub, Tuhan tidak menerima ibadahmu selama ini dan tidak melindungimu sebagai imbalan bagi amal solehmu dan sujud rukukmu siang dan malam."
Mendengar kata-kata Iblis itu, menangislah Ayyub tersedu-sedu seraya berucap: "Allahlah yang memberi dan Dia pulalah yang mengambil kembali. Segala puji bagi-Nya, Tuhan yang Maha Pemberi dan Maha Pencabut."
Iblis keluar meninggalkan Ayyub dalam keadaan bersujud munajat dengan rasa jengkel dan marah kepada dirinya sendiri kerana telah gagal untuk kedua kalinya memujuk dan menghasut Ayyub. Ia pergi menghadap Tuhan dan berkata : "Wahai Tuhan, Ayyub sudah kehilangan semua harta benda dan seluruh kekayaannya dan hari ini ia ditinggalkan oleh putera-puteranya yang mati terbunuh di bawah runtuhan gedung yang telah kami hancurkan , namun ia masih tetap dalam keadaan mentalnya yang kuat dan sihat. Ia hanya menangis tersedu-sedu namun batinnya, jiwanya, iman dan kepercayaannya kepada-Mu tidak tergoyah sama sekali. Izinkan aku mencubanya kali ini mengganggu kesihatan bandanya dan kekuatan fizikalnya, kerana jika ia sudah jatuh sakit dan kekuatannya menjadi lumpuh, nescaya ia akan mulai malas melakukan ibadah dan lama-kelamaan akan melalaikan kewajibannya kepada-Mu dan menjadi lunturlah iman dan akidahnya."

Allah tetap menentang Iblis bahawa ia tidak akan berhasil dalam usahanya menggoda Ayyub walau bagaimana pun besarnya musibah yang ditimpakan kepadanya dan bagaimana pun beratnya cubaan yang dialaminya. Kerana Allah telah menetapkan dia menjadi teladan kesabaran,
keteguhan iman dan ketekunan beribadah bagi hamba-hamba-Nya. Allah berfirman kepada Iblis: "Bolehlah engkau mencuba lagi usahamu mengganggu kesihatan badan dan kekuatan fizikal Ayyub. Aku akan lihat sejauh mana kepandaianmu mengganggu dan menghamba pilihan-Ku ini."

Iblis lalu memerintahkan kepada anak buahnya agar menaburkan benih-benih baksil penyakit ke dalam tubuh Ayyub. Baksil-baksil ysng ditaburkan itu segera mengganyang kesihatan Ayyub yang menjadikan ia menderita berbagai-bagai penyakit, deman panas, batuk dan lain-lain lagi sehingga menyebabkan badannya makin lama makin kurus, tenaganya makin lemah dan wajahnya menjadi pucat tidak berdarah dan kulitnya menjadi berbintik-bintik . Ianya akhir dijauhi oleh orang-orang sekampungnya dan oleh kawan-kawan dekatnya, kerana penyakit Ayyub dapat menular dengan cepatnya kepada orang-orang yang menyentuhnya atau mendekatinya. Ia menjadi terasing daripada pergaulan orang di tempatnya dan hanya isterinyalah yang tetap mendampinginya, merawatnya dengan penuh kesabaran dan rasa kasih sayang, melayani segala keperluannya tanpa mengeluh atau menunjukkan tanda kesal hati dari penyakit suaminya yang tidak kunjung sembuh itu.

Iblis memperhatikan Ayyub dalam keadaan yang sudah amat parah itu tidak meninggalkan adat kebiasaannya, ibadahnya, zikirnya, ia tidak mengeluh, tidak bergaduh, ia hanya menyebut nama Allah memohon ampun dan lindungan-Nya bila ia merasakan sakit. Iblis merasa kesal hati dan jengkel melihat ketabahan hati Ayyub menanggung derita dan kesabarannya menerima berbagai musibah dan ujian. Iblis kehabisan akal, tidak tahu apa usaha lagi yang harus diterapkan bagi mencapai tujuannya merusakkan aqidah dan iman Ayyub. Ia lalu meminta bantuan fikiran dari para kawan-kawan pembantunya, apa yang harus dilakukan lagi untuk menyesatkan Ayyub setelah segala usahanya gagal tidak mencapai sasarannya.

Bertanya mereka kepadanya : "Di manakah kepandaianmu dan tipu dayamu yang ampuh serta kelincinanmu menyebar benih was-was dan ragu ke dalam hati manusia yang biasanya tidak pernah sia-sia?" Seorang pembantu lain berkata : "Engkau telah berhasil mengeluarkan Adam dari syurga, bagaimanakah engkau lakukan itu semuanya sampai berhasilnya tujuanmu itu?" "Dengan memujuk isterinya", jawab Iblis. "Jika demikian" berkata syaitan itu kembali, "Laksanakanlah siasat itu dan terapkanlah terhadap Ayyub, hembuskanlah racunmu ke telinga isterinya yang tampak sudah agak kesal merawatnya, namun masih tetap patuh dan setia."

"Benarlah dan tepat fikiranmu itu," kata Iblis, "Hanya tinggal itulah satu-satu jalan yang belum aku cuba. Pasti kali ini dengan cara menghasut isterinya aku akan berhasil melaksanakan akan maksudku selama ini." Dengan rencana barunya pergilah Iblis mendatangi isteri Ayyub, menyamar sebagai seorang kawan lelaki yang rapat dengan suaminya. Ia berkata kepada isteri Ayyub : "Apa khabar dan bagaimana keadaan suamimu di ketika ini?" Seraya mengarahkan jari telunjuknya ke arah suaminya, berkata isteri Ayyub kepada Iblis itu, tamunya : "Itulah dia terbaring menderita kesakitan, namun mulutnya tidak henti-hentinya berzikir menyebut nama Allah. Ia masih berada dalam keadaan parah, mati tidak hidup pun tidak."

Kata-kata isteri Ayyub itu menimbulkan harapan bagi Iblis bahawa ia kali ini akan berhasil maka diingatkanlah isteri Ayyub akan masa mudanya di mana ia hidup dengan suaminya dalam keadaan sihat, bahagia dan makmur dan dibawakannyalah kenang-kenangan dan kemesraan. Kemudian keluarlah Iblis dari rumah Ayyub meninggalkan isteri Ayyub duduk termenung seorang diri, mengenangkan masa lampaunya, masa kejayaan suaminya dan kesejahteraan hidupnya, membanding-bandingkannya dengan masa di mana berbagai penderitaan dan musibah dialaminya, yang dimulai dengan musnahnya kekayaan dan harta-benda, disusul dengan kematian puteranya, dan kemudian yang terakhirnya diikuti oleh penyakit suaminya yang parah yang sangat menjemukan itu. Isteri Ayyub merasa kesepian berada di rumah sendirian bersama suaminya yang terbaring sakit, tiada sahabat tiada kerabat, tiada handai, tiada taulan, semua menjauhi mereka kerana khuatir kejangkitan penyakit kulit Ayyub yang menular dan menjijikkan itu.

Seraya menarik nafas panjang datanglah isteri Ayyub mendekati suaminya yang sedang menderita kesakitan dan berbisik-bisik kepadanya berkata: "Wahai sayangku, sampai bilakah engkau terseksa oleh Tuhanmu ini? Di manakah kekayaanmu, putera-puteramu, sahabat-sahabatmu dan kawan-kawan terdekatmu? Oh, alangkah syahdunya masa lampau kami, usia muda, badan sihat, sarana kebahagiaan dan kesejahteraan hidup tersedia dikelilingi oleh keluarga dan terulang kembali masa yang manis itu? Mohonlah wahai Ayyub dari Tuhanmu, agar kami dibebaskan dari segala penderitaan dan musibah yang berpanjangan ini."

Berkata Ayyub menjawab keluhan isterinya : "Wahai isteriku yang kusayangi, engkau menangisi kebahagiaan dan kesejahteraan masa yang lalu, menangisi anak-anak kita yang telah mati diambil oleh Allah dan engkau minta aku memohon kepada Allah agar kami dibebaskan dari kesengsaraan dan penderitaan yang kami alami masa kini. Aku hendak bertanya kepadamu, berapa lama kami tidak menikmati masa hidup yang mewah, makmur dan sejahtera itu?" "Lapan puluh tahun", jawab isteri Ayyub. "Lalu berapa lama kami telah hidup dalam penderitaan ini?" tanya lagi Ayyub. "Tujuh tahun", jawab si isteri.

"Aku malu", Ayyub melanjutkan jawabannya," memohon dari Allah membebaskan kami dari sengsaraan dan penderitaan yang telah kami alami belum sepanjang masa kejayaan yang telah Allah kurniakan kepada kami. Kiranya engkau telah termakan hasutan dan bujukan syaitan, sehingga mulai menipis imanmu dan berkesal hati menerima taqdir dan hukum Allah. Tunggulah ganjaranmu kelak jika aku telah sembuh dari penyakitku dan kekuatan badanku pulih kembali. Aku akan mencambukmu seratus kali. Dan sejak detik ini aku haramkan diriku makan dan minum dari tanganmu atau menyuruh engkau melakukan sesuatu untukku. Tinggalkanlah aku seorang diri di tempat ini sampai Allah menentukan taqdir-Nya."

Setelah ditinggalkan oleh isterinya yang diusir, maka Nabi Ayyub tinggal seorang diri di rumah, tiada sanak saudara, tiada anak dan tiada isteri. Ia bermunajat kepada Allah dengan sepenuh hati memohon rahmat dan kasih sayang-Nya. Ia berdoa: "Wahai Tuhanku, aku telah diganggu oleh syaitan dengan kepayahan dan kesusahan serta seksaan dan Engkaulah wahai Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. " Allah menerima doa Nabi Ayyub yang telah mencapai puncak kesabaran dan keteguhan iman serta berhasil memenangkan perjuangannya melawan hasutan dan bujukan Iblis. Allah mewahyukan firman kepadanya : "Hantamkanlah kakimu ke tanah. Dari situ air akan memancur dan dengan air itu engkau akan sembuh dari semua penyakitmu dan akan pulih kembali kesihatan dan kekuatan badanmu jika engkau gunakannya untuk minum dan mandimu."

Dengan izin Allah setelah dilaksanakan petunjuk Illahi itu, sembuhlah segera Nabi Ayyub dari penyakitnya, semua luka-luka kulitnya menjadi kering dan segala rasa pedih hilang, seolah-olah tidak pernah terasa olehnya. Ia bahkan kembali menampakkan lebih sihat dan lebih kuat daripada sebelum ia menderita. Dalam pada itu isterinya yang telah diusir dan meninggalkan dia seorang diri di tempat tinggalnya yang terasing, jauh dari jiran, jauh dari keramaian kota, merasa tidak sampai hati lebih lama berada jauh dari suaminya, namun ia hampir tidak mengenalnya kembali, kerana bukanlah Ayyub yang ditinggalkan sakit itu yang berada didepannya, tetapi Ayyub yang muda belia, segar bugar, sihat afiat seakan-akan tidak pernah sakit dan menderita. Ia segera memeluk suaminya seraya bersyukur kepada Allah yang telah memberikan rahmat dan kurnia-Nya mengembalikan kesihatan suaminya bahkan lebih baik daripada keadaan asalnya.

Nabi Ayyub telah bersumpah sewaktu ia mengusir isterinya akan mencambuknya seratus kali bila ia sudah sembuh. Ia merasa wajib melaksanakan sumpahnya itu, namun merasa kasihan kepada isterinya yang sudah menunjukkan kesetiaannya dan menyekutuinya di dalam segala duka dan deritanya. Ia bingung, hatinya terumbang-ambingkan oleh dua perasaan, ia merasa berwajiban melaksanakan sumpahnya, tetapi isterinya yang setia dan bakti itu tidak patut, kata hatinya, menjalani hukuman yang seberat itu. Akhirnya Allah memberi jalan keluar baginya dengan firman-Nya: "Hai Ayyub, ambillah dengan tanganmu seikat rumput dan cambuklah isterimu dengan rumput itu seratus kali sesuai dengan sesuai dengan sumpahmu, sehingga dengan
demikian tertebuslah sumpahmu."

Nabi Ayyub dipilih oleh Allah sebagai nabi dan teladan yang baik bagi hamba-hamba_Nya dalam hal kesabaran dan keteguhan iman sehingga kini nama Ayyub disebut orang sebagai simbul kesabaran. Orang menyatakan , si Fulan memiliki kesabaran Ayyub dan sebagainya. Dan Allah telah membalas kesabaran dan keteguhan iman Ayyub bukan saja dengan memulihkan kembali kesihatan badannya dan kekuatan fizikalnya kepada keadaan seperti masa mudanya, bahkan dikembalikan pula kebesaran duniawinya dan kekayaan harta-bendanya dengan berlipat gandanya. Juga kepadanya dikurniakan lagi putera-putera sebanyak yang telah hilang dan mati dalam musibah yang ia telah alami. Demikianlah rahmat Tuhan dan kurnia-Nya kepada Nabi Ayyub yang telah berhasil melalui masa ujian yang berat dengan penuh sabar, tawakkal dan beriman kepada Allah.

Kisah Ayyub di atas dapat dibaca dalam Al-Quran surah Shaad ayat 41 sehingga ayat 44 dan surah Al-Anbiaa' ayat 83 dan 84

KISAH NABI LUTH


WA'ILAH ISTERI NABI LUTH MATI DALAM KESESATAN Allah membuat isteri Nuh dan isteri Luth menjadi perumpamaan bagi orang-orang yang ingkar. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang soleh di antara hamba-hamba Kami, lalu kedua isteri itu berkhidmat kepada kedua suaminya, maka kedua suaminya itu tidak dapat membantu mereka sedikit pun dari (siksaan) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya)." Masuklah ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka)."(At-Tahrim: 10) Dalam perjalanan hidup seorang nabi, apabila ia mendapati kebenaran yang datang dari Allah, keluarga terdekatnyalah yang terutama mesti ia seru terlebih dahulu. Orang yang paling dekat dengannya tentu saja memperoleh kesempatan paling besar untuk menerima seruannya. Akan tetapi, tidak demikian halnya dengan isteri Nuh dan anaknya. Meskipun keduanya adalah orang-orang yang paling dekat dengan beliau, mereka termasuk golongan yang ingkar akan kebenaran Allah dengan enggan beriman. Begitu pula wanita yang satu ini, isteri salah seorang dari nabi Allah, yakni isteri Luth as. Luth adalah seorang nabi dan rasul yang diutus oleh Allah kepada kaumnya di Sadom, sebuah negeri besar yang mempunyai banyak kota, sedangkan penduduknya tenggelam dalam arus kemaksiatan. Rakyat Negeri Sadom ketika itu berserikat dan bahu- membahu dalam perbuatan dosa yang mengaibkan. Nabi Luth diperintahkan oleh Allah untuk menyampaikan risalah-Nya kepada kaumnya itu, termasuk kepada isterinya sendiri. 

Berkata Nabi Luth kepada mereka seraya mengingatkan: "Mengapa kamu melakukan perbuatan tercela itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun di dunia ini sebelummu? Kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu, bukan kepada wanita. Bahkan kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. "(Al-A'raf: 80-81) Memang, kaum Nabi Luth ketika itu berada pada tingkat kebinatangan yang paling rendah, kebejatan akhlak yang paling parah, dan tidak ada manusia seburuk mereka sebelumnya. Mendengar seruan Nabi Luth, seruan seorang nabi Allah yang juga pernah didengar oleh kaum-kaum lain sebelum mereka, rakyat Negeri Sadom merasa terusik kesenangannya. Mereka tidak tinggal diam setelah mendengar seruan kebenaran yang disampaikan oleh Nabi Luth. Mereka terus berfikir, mencari jalan bagaimana agar Nabi Luth tidak dapat mengumandangkan seruannya kembali. Ketika, mereka tengah duduk berfikir, tiba-tiba datang seorang perempuan tua menghampiri mereka. Sebenarnya, sudah lama perempuan tua itu mendengar rencana kaum Luth itu, dan ia tersenyum bangga mendengar rencana itu. "Akan kutunjukkan kepada kalian, suatu lubang yang dapat menghalangi seruan Luth," ujar perempuan tua itu dengan wajah penuh keyakinan. "Lubang yang mana itu?" tanya mereka dengan keinginan yang penuh harap. "Tidak akan kukatakan hal itu, kecuali aku mendapat sekeping perak sebagai upahnya," sahut si perempuan tua. Tak seorangpun dari keturunan kaum Luth itu yang merasa marah atau heran mendengar ucapan perempuan tua yang terkenal mata duitan dan sifat lobanya itu. Salah seorang dari mereka memasukkan tangannya ke dalam sakunya; kemudian mengambil sekeping perak dan diberikannya kepada perempuan tua itu. Dengan senyum kemenangan, perempuan tua itu cepat mengambil dan menyembunyikan kepingan perak itu di dadanya. "Kalian dapat membatalkan seruan Luth melalui isterinya!" Kata perempuan itu kemudian. Terbelalaklah mata kaum Luth ketika mendengar ucapan itu. Mereka semakin mendekatkan telinga masing-masing ke mulut perempuan penipu itu dengan penuh harapan. "Bagaimana caranya?" Tanya mereka serentak. "Kalian harus bekerjasama dengan isteri Luth untuk menghentikan seruannya kepada kalian." Dengan kesal, salah seorang dari mereka berteriak. "Kami tidak ada urusan dengan isteri Luth!"
Dengan wajah marah, perempuan tua itu kembali berkata : "Aku lebih mengerti hal itu daripada kalian!" "Kalau begitu," sela salah seorang yang lain. "Apa peranan isteri Luth dalam hal ini?" "Dengar baik-baik. Peranan isteri Luth sama seperti perananku bagi kalian sekarang ini," jawabnya. "Jadi, apakah kamu berharap agar isteri Luth dapat menunjuki kami, siapa orang-orang yang dapat memenuhi keinginan kami, sebagaimana yang engkau lakukan kini?" tanya salah seorang dari mereka. Dengan kedua mata yang bersinar, disertai kegembiraan haiwani, perempuan tua berlalu sambil bergumam, "Ya... ya..." Isteri Nabi Luth sedang menyelesaikan sebahagian pekerjaannya ketika terdengar pintu rumahnya diketuk orang. Segera ia berlari, membukakan pintu. Dan seorang perempuan tua tiba-tiba berada di hadapannya. Dengan tergopoh-gopoh perempuan tua itu lalu berkata: "Hai, anakku, adakah seteguk air yang dapat menghilangkan dahaga yang kurasakan ini?" "Silakan masuk dahulu," jawab Wa'ilah, isteri Nabi Luth, dengan lembut." Akan kuambilkan air untukmu. "Perempuan tua itu kemudian duduk menunggu, sementara Wa'ilah masuk ke dapurnya. Tak lama kemudian, Wa'ilah kembali dengan membawa bekas yang penuh berisi air untuk tamunya itu. Dengan lahap, si perempuan tua segera meneguk habis air di bekas tersebut, dan kemudian melepas nafas dengan lega. "Kami hidup bersama suamiku, Luth namanya, dan dua anak perempuanku," jawab Wa'ilah. Perempuan itu kemudian memalingkan wajahnya ke sekeliling rumah yang kecil itu, lalu menggeleng-gelengkan kepalanya seakan-akan prihatin akan apa yang dilihatnya. Dengan wajah yang memperlihatkan kesedihan, perempuan tua itu berkata : "Aduhai, apakah kesengsaraan menimpamu, Anakku?" "Aku tidak sengsara, bahkan rumah ini cukup bagi kami, dan aku mempunyai suami yang memberiku makan dan minum bersama kedua puteriku," jawab Wa'ilah. Perempuan tua penipu itu lebih mendekat kepada isteri Nabi Luth sambil berkata : "Dapatkah ruangan seperti ini disebut rumah? Dapatkah yang engkau teguk dan engkau rasakan ini disebut makanan atau minuman?" Wa'ilah terpegun mendengar ucapan perempuan tuan itu. Dengan penuh keheranan, ia kemudian bertanya. "Kalau begitu, apa yang selama ini kumakan dan kuminum?" Cepat-cepat perempuan tua itu berkata: "Panggillah aku dengan sebutan ibu. Bukankah kedudukanku seperti ibu saudaramu?" Kemudian ia menyambung lagi. "Sesungguhnya semua ini adalah kemiskinan dan kesengsaraan hidup yang membawa kemalangan bagimu, hai anakku. Mengapa kamu tidak masuk ke rumah orang-orang kaya di antara kaummu. Tidakkah kamu melihat kehidupan mereka yang penuh kemegahan, kesenangan, dan kenikmatan...? Kamu berparas cantik, hai anakku. Tidak layak kamu membiarkan kecantikanmu itu dalam kemiskinan hina begini. Tidakkah kamu sedari bahwa kamu tidak mempunyai anak lelaki yang dapat bekerja untuk memberimu makan kelak apabila suamimu meninggal dunia?" Wa'ilah, isteri Nabi Luth, mendengarkan dengan saksama semua ucapan perempuan tua itu. Ya, ucapan itu telah membuatnya terlena sambil merenung atap rumahnya. Sesekali ia perhatikan perempuan tua yang semakin mengeraskan suaranya yang penuh nada kesedihan dan kedukaan. Dalam lamunannya itu, tiba-tiba Wa'ilah merasakan pelukan perempuan tua itu di bahunya. Ketika perempuan tua itu menghentikan pembicaraannya, isteri Nabi Luth memandang kepadanya sambil berusaha meneliti kalimat-kalimat yang baru didengarnya. Tetapi si perempuan tua tidak memberinya kesempatan untuk berfikir, bahkan ia mulai menyambung pembicaraannya dengan berkata: "Hai, anakku, apakah yang dikerjakan suamimu? Bagaimana hubungannya dengan penduduk Negeri Sadom dan kampung- kampung kecil di sekelilingnya? Sesungguhnya orang-orang di sini menginginkan sesuatu yang dapat menyenangkan hati mereka sesuai dengan yang mereka kehendaki. Dan sesuatu yang dicarinya itu dapat menjadi sumber penghasilan dan kekayaan bagi orang yang mahu membantu mereka. Lihatlah! Lihatlah, hai anakku, kepingan-kepingan emas dan perak ini! Sesungguhnya emas dan perak bagiku adalah barang yang mudah kuperolehi. Aku menunjukkan kepada kaumku beberapa lelaki berwajah `cantik' yang datang dari kota. Sedangkan kamu... di rumahmu sering datang beberapa pemuda dan remaja lelaki kepada suamimu. Ya, suamimu yang seruannya diperolok-olok oleh kaum kita. Pekerjaan semacam ini sebenarnya tidak memberatkan kamu. Suruhlah salah seorang puterimu menemui sekelompok kaum kita dan memberitahu mereka akan adanya lelaki tampan di rumahmu. Dengan demikian, engkau akan memperoleh emas atau perak sebagai hadiahnya setiap kali engkau kerjakan itu. Bukankah pekerjaan itu amat mudah bagimu? Dengan itu, engkau bersama puteri-puterimu dapat merasakan kenikmatan sesuai dengan apa yang kalian kehendaki. "Sambil mengakhiri ucapannya, perempuan tua itu meletakkan dua keping perak di tangan Wa'ilah, dan kemudian segera keluar. Isteri Nabi Luth duduk sambil merenungkan peristiwa yang baru terjadi itu tentang keadaan pekerjaan yang dicadangkan oleh si perempuan tuan. Dan... ia kebingungan sambil berputar-putar di sekitar rumahnya. Suara perempuan tua itu masih terngiang-ngiang di telinganya, sementara di tangannya terselit dua keping perak. Wa'ilah dibayangi keraguan apakah sebaiknya ia terima saja saranan perempuan tua itu. Tetapi, apa yang akan dikatakan orang nanti tentang dirinya jika hal itu ia lakukan; bahwa isteri seorang yang mengaku sebagai Rasul Allah dan menyerukan kebajikan, ternyata, menolong kaumnya dalam melakukan kebatilan. Tiba-tiba datang suara yang membisikkan ke telinganya : "Perempuan tua itu telah menasihatimu. Ia tidak mengharapkan sesuatu kecuali kebaikan dan kebahagiaan bagimu. Kamu tidak bertanggungjawab atas apa yang dilakukan oleh kaummu. Dan lagi pekerjaan yang dicadangkan perempuan tua itu sama sekali tidak memberatkanmu. Kamu hanya memberitahu mereka tentang kedatangan tamu-tamu suamimu, Luth. Lekaslah... lekaslah... nanti akan kukatakan... lekas, supaya engkau memperoleh kekayaan dan kenikmatan... Cepatlah...!" Dan tiba-tiba, tanpa ragu-ragu, Wa'ilah berkata : "Baiklah, kuterima..." "Kalau begitu, selamat kuucapkan kepadamu," demikian Iblis membisikkan kepadanya." Sesudah ini engkau akan merasakan kenikmatan di dalam kehidupanmu..." Nabi Luth kembali kepada penduduk desa yang berada di sekitar Sadom untuk menyerukan kebenaran Ilahi sesuai dengan perintah Allah kepadanya. "Mengapa kalian mengerjakan perbuatan tercela itu, yang belum pernah diperbuat oleh seorangpun di dunia ini sebelum kalian? Sesungguhnya kalian mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsu kalian bukan kepada wanita, bahkan kalian ini adalah kaum yang melampaui batas." Perlawanan penduduk Sadom terhadap dakwah kebenaran yang disampaikan oleh Nabi Luth kepada mereka membuat kesedihan dan kedukaan di hati Nabi Luth sendiri. Betapa kaumnya tidak mahu menerima kebenaran dan tidak menghendaki diri mereka bersih dari perangai yang hina dan merusakkan itu.

Hari demi hari berlalu. Setiap isteri Nabi Luth melihat beberapa lelaki datang ke rumahnya, ia segera memberi tahu kaumnya tentang hal itu dan setiap kali berita yang dibawanya sampai kepada kaumnya si perempuan tua datang kepadanya dengan membawa sepotong perak seraya berkata : "Jika engkau selalu menolong kami, nescaya engkau akan dapatkan terus sekeping perak, sementara suamimu tidak dapat menyeru kepadanya." Wajah perempuan tua itu tertawa seperti tawa syaitan, kemudian pergi... Sementara itu, seruan Nabi Luth kepada kaumnya tidak menambah apa-apa kecuali perlawanan dan kesombongan. Mereka tetap selalu berpaling dari ajakan suci itu. Bahkan mereka terus-menerus melakukan perbuatan keji tatkala Nabi Luth memperingatkan akan datangnya seksa Allah atas mereka apabila mereka tidak mahu berhenti dari kesesatannya. Mereka malah menentang Nabi Luth dengan berkata: "Datangkanlah kepada kami azab dari Allah, jika kamu termasuk orang-orang yang benar." Maka, Nabi Luth pun memohon kepada Allah, agar Allah menolongnya dari kaumnya. Nabi Luth berdoa : "Ya, Tuhanku, tolonglah aku (dengan menimpakan azab) atas kaum yang berbuat kerusakan itu." (Al-Ankabut : 30) Allah memperkenankan doa Nabi Luth as, dan mengutus Jibril as. untuk membinasakan mereka. Jibril datang ke Negeri Sadom dengan menyerupai dua orang lelaki yang tampan."Dia (Luth) merasa susah dan sempit dadanya karena kedatangan mereka. Dan ia berkata: "Ini adalah hari yang amat sulit." (Hud: 77) Nabi Luth as. Cemas memikirkan apa yang bakal diperbuat kaumnya jika mereka mengetahui kedatangan tamu lelaki yang berwajah `cantik' di rumahnya. Bagaimana ia dapat mempertahankan dan memelihara mereka dari kemungkaran kaumnya? Ah, bukankah tidak ada yang mengetahui kedatangan mereka, kecuali dia sendiri, dan kedua puterinya? Sebaliknya kedatangan kedua tamu Nabi Luth itu merupakan kesempatan bagi isterinya untuk menambah kepingan-kepingan perak yang biasa ia perolehi dari si wanita tua. Sekarang, ia harus mengutus seseorang kepada kaumnya untuk memberitahu mereka. Tetapi kedua puterinya sedang sibuk menyiapkan hidangan bagi kedua tamu ayahnya, atas perintah Nabi Luth. Karena keinginannya yang mendesak, isteri Luth akhirnya memberi isyarat kepada salah seorang puterinya untuk mendekat. Kemudian ia membiisikkan beberapa kalimat ke telinga anak perempuannya itu. Sesaat kemudian, sang puteri segera keluar rumah untuk memberitahu kaumnya, sebagaimana biasa. Di tengah-tengah kerumunan orang ramai anak Nabi Luth melihat seorang perempuan tua melambaikan tangan sambil mengisyaratkan panggilan kepadanya. Segera ia mendekati perempuan itu dan memberitahu tentang dua lelaki tampan yang datang ke rumahnya. Perempuan tua itu kemudian menyuruh ia cepat pulang, sementara kelompok lelaki menghampiri seraya bertanya: "Apakah yang terjadi? Apakah ada berita baru?" Wajah si perempuan tua menampakkan senyum tipuan sambil berkata: "Kali ini tidak kurang dari empat potong emas harus kuterima." Dengan bersemangat kaumnya bertanya: "Apakah yang terjadi? Apakah ada yang istimewa?" Perempuan itu berkata kepada mereka, sementara ia membuka matanya lebar-lebar disertai syaitan. "Kalian akan memperoleh apa yang kalian kehendaki, iaitu dua orang lelaki yang berwajah `tampan'. Dengan wajah buas dan bernafsu, mereka bertanya dengan tidak sabar. "Di mana mereka? Di mana lelaki berwajah `tampan' itu? "Berikan harta kepadaku terlebih dahulu, barulah kuberi tahu kalian!" Katanya. Sebahagian dari mereka menyahut: "Wahai wanita tua, engkau yang tamak, tidak pernah kenyang!" Dan sebahagian yang lain berkata : "Inilah harta untukmu, tetapi cepat katakan, di mana lelaki yang berwajah `tampan' itu?" Setelah tangannya menggenggam emas, berkatalah perempuan tua itu kepada mereka. "Mereka ada di rumah Luth..." Hampir-hampir kaumnya tidak mendengar ucapan perempuan tua itu dengan jelas. Tetapi, sesaat kemudian, mereka berlumba-lumba untuk segera datang ke rumah Nabi Luth. Masing-masing ingin memperoleh kepuasan dari dua lelaki `tampan' yang ada di rumah Luth. Sesampainya mereka di sana, didapati pintu rumah Nabi Luth tertutup. Segeralah mereka mengetuk keras sambil berteriak. "Bukakan, Luth bukalah pintu-pintumu! Kalau tidak, kami terpaksa akan memecahkannya!" Isteri Nabi Luth mencuba menemui suaminya yang ternyata telah meninggalkan kedua tamunya di dalam kamar, sementara ia sendiri mendekati pintu rumahnya yang tertutup dan memisahkan dia dengan sekumpulan kaumnya. Isteri Nabi Luth mengintai dari balik tirai. Hatinya melonjak kegirangan. Sebentar lagi ia bakal memperoleh sepotong perak dari si perempuan tua, sesuai dengan kebiasaan yang telah berlangsung selama ini. Bahkan di samping itu, tanpa diketahuinya, ia mungkin bakal memperoleh pula sepotong emas sebagai bonus. Teriakan kaum Luth bertambah keras dan garang. Mereka tak sabar dan ingin memecah pintu agar dapat masuk dan menemui tamu-tamu Nabi Luth. Apakah yang akan dikatakan oleh Nabi Luth atas tindakan kebengisan yang diperbuat oleh naluri haiwan kaumnya yang rendah itu? Nabi Luth pun berdiri terpaku; hanya pintu yang memisahkannya dari kaum durjana itu. Sesaat kemudian, Nabi Luth berkata kepada mereka demi menenangkan keadaan : "Hai, kaumku, inilah puteri-puteriku, mereka lebih suci bagimu. Maka, bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu mencemarkan namaku di hadapan tamuku. Tidak adakah di antaramu seorang yang dapat menbedakan baik dan buruk. Ya, orang-orang yang berakal ketika itu telah dihinggapi fikiran- fikiran hewan yang rendah, sehingga nafsu mereka sulit dibendung. Luth kemudian kembali menegaskan permohonannya kepada kaumnya itu, sedangkan isterinya mengintip tidak jauh dari situ. Nabi Luth menawarkan kepada mereka untuk mengawini puteri-puterinya, tetapi dengan serentak mereka menjawab : "Sesungguhnya engkau telah tahu bahwa kami tidak mempunyai keinginan terhadap puteri-puterimu; dan sesungguhnya kamu tentu mengetahui apa yang sebenarnya kami kehendaki." Sampai di sini, dialog antara Nabi Luth dan kaumnya terputus. Nabi Luth kemudian berfikir, apakah yang akan ia lakukan jika kaumnya memecah pintu rumahnya dan masuk untuk melampiaskan nafsu syaitannya kepada dua orang tamunya. Ia berdiri kebingungan, sedangkan isterinya memandangnya dengan pandangan khianat. Tiba-tiba tamu Nabi Luth berkata kepadanya: "Sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Tuhanmu; sekali-kali mereka tidak dapat mengganggu engkau." Kalau begitu, tamu-tamu Nabi Luth adalah utusan-utusan Allah yang datang untuk menimpakan azab kepada penduduk Negeri Sadom yang berbuat kerusakan itu. Mendengar semua itu, isteri Nabi Luth merasa khuatir, karena ia akan gagal memperoleh harta yang selalu diingininya itu. Kebatilan dan pelakunya memang tidak akan pernah kekal, dan kini seksa sedang menghampiri mereka. Berkata utusan-utusan Allah itu kepada Nabi Luth : "Bukakan pintu, dan tinggalkan kami bersama mereka!" Maka, Nabi Luth pun membuka pintu rumahnya. Isteri Nabi Luth merasa cemas tatkala melihat serombongan kaumnya menyerbu masuk dengan penuh kegilaan, dan segera menuju ke arah tamu-tamu Nabi Luth. Ketika itulah, Jibril menunjukkan kelebihannya. Ia mengembangkan kedua sayapnya dan memukul orang-orang durjana itu. akhirnya, mata mereka, tanpa kecuali, buta seketika. Dengan berteriak kesakitan, mereka semua menghendap-hendap dan bingung, kemana mereka harus berjalan. Bertanyalah Nabi Luth kepada Malaikat Jibril : "Apakah kaumku akan dibinasakan saat ini juga?" Malaikat Jibril memberitahu bahwa azab akan ditimpakan kepada kaum Nabi Luth pada waktu Subuh nanti. Mendengar itu, Nabi Luth segera berfikir, bukankah waktu Subuh sudah dekat. Jibril memerintahkan Nabi Luth agar pergi dengan membawa keluarganya pada akhir malam nanti. Semua keluarga Nabi Luth pada malam itu pergi bersamanya ke luar kota, kecuali Wa'ilah. Isterinya itu bukan lagi termasuk keluarganya yang beriman kepada risalah Allah yang dibawanya. Sebaliknya, Isteri Nabi Luth justeru telah membantu orang-orang yang berbuat kerosakan, dan ia harus menerima akibatnya. Maka, turunlah azab atas dirinya, bersama semua kaum Nabi Luth yang ingkar, sebagaimana yang difirmankan oleh Allah dalam Kitab Suci Al- Quran : "Maka, tatkala datang azab Kami, Kami balikkan (kota itu), dan Kami turunkan di atasnya hujan batu, (seperti) tanah liat dibakar bertubi-tubi. Diberi tanda oleh Tuhanmu. Dan seksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang zalim." Maha Benar Allah lagi Maha Agung.


KISAH ISTRI NABI NUH


Isteri Nabi Nuh Menempuh Jalan Kesesatan "Allah membuat perumpamaan bagi orang yang ingkar: Isteri Nuh dan isteri Luth, mereka adalah isteri dua orang hamba di antara hamba- hamba Kami yang soleh. Tapi mereka berkhianat (kepada suami- suaminya). Maka, mereka tiada berdaya membantu mereka sedikitpun terhadap seksaan Allah. Kepada mereka dikatakan: "Masuklah kamu ke dalam neraka Jahannam bersama orang yang masuk ( ke dalamnya)!" (At- Tahrim: 10) Seorang wanita bangun dari tidurnya, dan langsung menuju dapur untuk membuat makanan dan kueh-kueh. Setelah semua pekerjaan itu selesai, ia segera keluar rumah tanpa memberitahu suaminya, Nabi Nuh. 

Sebelum pintu rumahnya terbuka, tiba-tiba anak-anaknya yang masih muda, Kan'an, menegurnya: "Mahu ke mana Ibu pagi-pagi ini?" Ibu mengisyaratkan sesuatu agar anaknya merendahkan suara, supaya tidak terdengar oleh orang lain. Lalu berkata : "Lupakah kamu, Kan'an, bahwa hari ini adalah hari raya tuhan-tuhan kita? Aku akan pergi ke Makbad Besar. Di sana kaum kita telah menunggu untuk bersama-sama melaksanakan penyembahan kepada tuhan yang telah memberi rezeki dan menolong kita." Kan'an memandang ibunya dengan wajah tersenyum, dan kemudian berkata : "Ibu berbuat yang terbaik. Nanti aku akan menyusul ke sana, sebab bukankah ibu tahu bahwa ayah tidak senang melihat kita bekerjasama dalam hal ini." Pergilah isteri Nuh ke Makbad Besar itu. Sesampainya di sana, ia segera berdiri di depan berhala dan berucap : "Wed, Suwa, Yaghuts ya'uq, dan Masr..." (nama-nama, berhala) 

la kemudian memohon, berdoa, mendekatkan diri, dan mempersembahkan makanan serta minuman bagi para penjaga yang mulai menyuarakan kalimat-kalimat yang tidak dapat difahami maksudnya. Kemudian mereka menunjukkan kepada tuhan-tuhan, dan sekali lagi menunjuk kepada orang-orang yang mempersembahkan korban dan mengangkat wajah mereka dengan mata terpejam, agar orang yang mempersembahkan korban itu merasa bahwa Tuhan senang dan rela kepada mereka. Isteri Nabi Nuh melihat, dan ia dapati puteranya Kan'an, telah keluar dari ruangan sembahan menuju arena tarian di sebelah Makbad. Di tempat itu, kaum lelaki dan perempuan bercampur menjadi satu; melakukan perbuatan-perbuatan sesuka hati mereka sambil bersukaria. Melihat itu, sang ibu merasa cemas dan khuatir terhadap keadaan anaknya. Diserunya Kan'an agar kembali kepadanya, tetapi Kan'an malah bersembunyi di tengah-tengah keramaian itu tatkala ia mendengar panggilan ibunya. Karena Kan'an tidak kembali setelah lama dipanggil, sang ibu segera kembali menuju berhala-berhala dan mulai berdoa lagi. Ia tidak ingin menyibukkan diri dengan urusan anaknya itu. Sambil berdoa, ia mengeluarkan secarik kain yang telah disapu wangi-wangian dari bungkusannya, dan kemudian diletakkannya di kaki berhala. Itulah pekerjaan yang biasa dilakukannya. Waktu berlalu dengan cepat, dan upacara penyembahan akhirnya selesai. 

Isteri Nabi Nuh kemudian kembali ke rumahnya. Dalam perjalanan pulang, ia bertemu dengan anaknya, Kan'an, yang wajahnya tampak masam air mukanya. Cepat-cepat ia mendekati anaknya itu dan berkata : "Apa yang sedang kamu fikirkan, Puteraku?" "Tahukah ibu, apa yang telah dilakukan Nuh, ayahku?" Kata Kan'an. "Apa yang ia perbuat, Kan'an?" Tanya ibunya dengan wajah penuh kesedihan. "Ia menyeru umat di pasar, dan orang-orang di sekelilingnya, dan membantah apa yang diserukan mereka!" Jawab Kan'an. "Apa yang telah dilakukannya di pasar?" Tanya ibunya kemudian! Apakah ia hendak menjual kayu-kayu yang ia jadikan perkakas rumah?" Anaknya menjawab: "Aku telah mendengar bahwa ia berkata: `Hai, kaumku, sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang nyata bagimu; maka sembahlah Allah, bertakwalah dan taatlah kepadaNya." Isteri Nabi Nuh memandang Kan'an seraya berkata: "Kalau begitu, ayahmu tidak menghendaki kita menyembah tuhan-tuhan yang memberi rezeki dan memelihara kita."

"Sesungguhnya ia benci akan hal itu dan bahkah menghinanya. Ia tidak pernah bersedia mempersembahkan korban kepada tuhan-tuhan yang biasa kita lakukan," jawab Kan'an. Isteri Nuh dan anaknya pulang ke rumah. Sepanjang jalan keduanya lebih banyak membisu. Tetapi kemudian Kan'an memecahkan kesunyian itu dengan bertanya: "Apakah yang akan kita lakukan ibu, bila ayah menyeru kita seperti yang ia serukan kepada kaum negeri ini?" "Tuhan-tuhan akan mengutukmu, Kan'an, jika engkau turuti seruan ayahmu itu!" Jawab ibunya. "Apakah kita akan meninggalkan agama kita dan agama nenek moyang kita hanya karena ayahmu menyerukan yang lain? Tidak! Sesungguhnya hal itu tidak boleh terjadi!" Sebelum tengah malam tiba, Nabi Nuh telah sampai di rumahnya. Semalaman isteri dan anak Nuh tidak dapat memejamkan mata. Nabi Nuh meletakkan tongkatnya di dinding rumahnya, kemudian duduk. Tidak lama, isterinya mendekati dan berkata: "Mengapa engkau terlambat pulang sampai larut malam?" 

"Aku mesti menyampaikan risalah yang diperintahkan Allah kepadaku." Jawab Nabi Nuh. "Risalah apakah itu, Nuh?" Tanya isterinya. Nabi Nuh menjawab: "Agar manusia menyembah Tuhannya dan meninggalkan penyembahan kepada berhala-berhala." "Kamu telah bertahun-tahun hidup bersama kami," sahut isterinya kemudian. "Tetapi kini kamu berselisih dengan apa yang disembah oleh kaummu. Maka, bagaimanakah mereka akan percaya kepadamu, yang tiba- tiba mengatakan bahwa Allah telah mengutusmu kepada mereka dengan membawa suatu risalah dan menyeru mereka untuk meninggalkan sembahannya?" Nabi Nuh menjawab: "Allah telah memilihku untuk menjalankan tugas ini bila saja Dia kehendaki. Kumpulkan ke mari anak-anak kita, aku akan menunjukkan kepada mereka tentang risalah yang kubawa ini, sebagaimana yang telah kuserukan kepada manusia!" Isteri Nuh tidak bergerak dari tempatnya, 

sementara anaknya Kan'an, telah duduk di sampingnya. Ia kemudian berkata kepada Nabi Nuh : "Anak-anakmu sedang tidur. Tundalah hal itu sampai datang waktu pagi!" Kalau begitu, aku akan menyampaikan masalah ini kepada kalian berdua lebih dahulu." "Mengapa kamu tergesa-gesa dalam urusan ini, tidurlah sampai esok pagi!" Sahut isterinya. "Tidak!" Kata Nabi Nuh. "Aku harus melaksanakan tanggungjawabku terhadap Allah. Sesungguhnya kamu berdua adalah ahli baitku, dan aku harus menjadi orang yang menyeru kamu berdua pertama kali. Bersaksilah bahwa Allah itu satu, tidak ada sekutu bagi-Nya dan tinggalkanlah semua yang kamu sembah kecuali Allah." Mendengar itu Kan'an melihat ke arah ayah dan ibunya. Sang ibu pula memandang kepadanya seraya mengangguk dan berkata : "Kami tidak akan meninggalkan penyembahan tuhan-tuhan kami dan tuhan-tuhan kaum kami semua." 

Dan Kan'an pula berkata, setelah, mendengar apa yang dikatakan oleh ibunya itu : "Wahai, ayah, kulihat ayah menolak ucapannya." Nabi Nuh menjawab : "Tidak mungkin aku akan meninggalkan risalah yang dibebankan oleh Allah kepadaku untuk kusampaikan kepada umat manusia? Kamu berdua terus-menerus menyembah batu dan kayu yang tidak dapat mendatangkan mudarat ataupun manfaat; dan kamu enggan menyembah Tuhan yang Maha Esa lagi Berkuasa." Mendengar perdebatan itu, anak-anak Nabi Nuh yang lain terbangun dari tidurnya. Mereka semua bangun dan menghampiri ketiga orang itu, untuk mengetahui masalah yang sebenarnya terjadi. Melihat itu sang ibu segera berkata kepada mereka semua. "Ayahmu menghendaki agar kita meninggalkan tuhan-tuhan yang biasa kita sembah untuk kita menyembah tuhannya yang ia katakan telah mengutusnya untuk membimbing manusia." "Siapakah Tuhanmu itu, ayah?" Tanya anak-anak Nabi Nuh kepada ayah mereka. 

"Dia adalah Pencipta langit dan bumi serta semua makhluk yang ada di atas alam ini. Dialah yang memberi rezeki, mematikan semua manusia di hari perhitungan (kiamat)," jawab Nabi Nuh. "Di manakah Dia berada, Ayah? Apakah Ia berada di Makbad besar bersama tuhan-tuhan yang biasa kami sembah?" Tanya salah seorang di antara anak-anak Nabi Nuh. "Anak-anakku," kata Nabi Nuh : "Sesungguhnya Allah tidak dibatasi oleh ruang atau waktu. Dia adalah Pencipta ruang dan waktu itu sendiri. Dia tidak dapat dilihat oleh mata kita." "Jika demikian, bagaimana kita mengetahui bahwa Dia ada?" Tanya yang lain. Nabi Nuh menjawab : "Dari tanda-tanda kekuasaan-Nya atas segala sesuatu dari ciptaan-Nya dan pengadaan-Nya, dari langit yang ditinggikan-Nya tanpa tiang; dari bumi yang dihamparkan-Nya dan di dalamnya terdapat sungai-sungai dan lautan; dari hujan yang tercurah dari langit dan menumbuhkan tanaman yang memberikan sumber rezeki manusia dan haiwan-haiwan; dan dari kekuasaan-Nya menciptakan manusia dan mematikan mereka; yang semua itu ada di hadapan kita." Mendengar itu, anak-anak Nabi Nuh serentak berkata : "Allah telah melapangkan hati kami untuk menerima kebaikan yang ayah serukan." Betapa terperanjatnya hati isteri Nabi Nuh tatkala mendengar pengakuan terus terang anak-anaknya akan risalah yang diserukan Nabi Nuh. Ia segera bangkit dari duduknya dan menghampiri Kan'an, sambil berkata kepada suaminya."Telah rosak akal anak-anakmu dengan seruan itu. Tuhan kami akan mengutu dan menurunkan seksa kepadamu!" Ketika wajah anak-anak mereka menampakkan kehairanan Nabi Nuh menjawab: "Nanti kamu akan mengetahui bahwa berhala-hala itu tidak berkuasa memberikan manfaat dan tidak kuasa pula menolak kemudaratan atas dirinya. Bagaimana ia akan berkuasa berbuat sesuatu kepada yang lain?" Isteri Nabi Nuh tidak berhenti dalam usaha menghalang-halangi dakwah kebajikan yang diserukan oleh Nabi Nuh kepada kaumnya. 


Setiap datang jiran tetangga yang hendak beriman kepada ajaran Nabi Nuh, dan meminta pendapat isteri Nabi Nuh dalam hal itu, isteri Nabi Nuh selalu mencadangkan orang-orang itu agar tidak mengikuti seruan suaminya. Bahkan ia berkata kepada mereka : "Sekiranya seruan Nuh itu baik, nescaya aku dan anakku, Kan'an mengikutinya." Dengan pertanyaan isteri Nabi Nuh itu, pulanglah para tetangga itu dengan hati yang yakin, dan hilanglah keraguan terhadap tuhan-tuhan yang biasa mereka sembuh. Beberapa tahun telah berlalu, dan isteri Nabi Nuh bukannya semakin condong kepada ajaran suaminya. Rasa pertentangannya dengan Nabi Nuh bahkan semakin besar dan kuat. Bersama berlalunya waktu, isteri Nabi Nuh semakin berpaling dari seruan kebenaran yang disampaikan oleh suaminya. Ia berkata kepada Nabi Nuh : "Tidak ada yang mengikutimu kecuali hanya beberapa orang miskin. Sekiranya bukan karena kemiskinan yang mereka derita, nescaya mereka tidak akan mengikutimu. Bukankah hal ini cukup menjadi bukti bagimu bahwa seruanmu itu batil? Semua orang memperolok-olokkanmu. Maka sebaiknya kamu hentikan seruanmu itu kepada manusia...." Meskipun demikian, Nabi Nuh tetap berjalan di atas kebenaran Ilahi yang menuntut kepada kebajikan. Ia pikul semua penderitaan dan kejahatan orang yang merintanginya untuk menyampaikan risalah Tuhannya, meskipun bertahun-tahun jumlah kaum mukminin tidak lebih dari seratus orang. Nabi Nuh selalu berdoa kepada Allah: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang. Maka seruanku itu hanya membuat mereka lari dan semakin menjauh. Dan sungguh, setiap kali aku menyeru mereka agar engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari ke dalam telinganya dan menutup dirinya dengan pakaiannya dan mereka tetap ingkar dan menyombongkan diri dengan keangkuhan. Kemudian kuseru mereka dengan terang-terangan. Dan berbicara kepada mereka di halayak ramai, dan juga dengan diam-diam. Maka, aku katakan kepada mereka: "Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sungguh, Dia Maha Pengampun. Nescaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan memperbanyak harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun- kebun, dan mengadakan (pula di dalamnya) sungai-sungai untukmu. Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah? Padahal sesungguhnya Dia telah menciptakan kamu dalam beberapa tingkat kejadian? Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat? Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya, dan menjadikan matahari sebagai pelita? Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah dengan sebaik-baiknya, kemudian dia mengembalikan kamu ke dalam tanah dan mengeluarkan kamu (darinya pada hari kiamat) dengan sebenar-benarnya? "Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan supaya kamu melalui jalan-jalan yang luas di bumi itu?" Nuh berkata: Ya, Tuhanku, sesungguhnya mereka telah menderhakaiku, dan telah mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka. Dan melakukan tipu daya yang amat besar." Dan mereka berkata: "Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd dan jangan pula Suwa, Yaghuts, Ya'uq, dan Nasr." "Dan sesungguhnya mereka (sembahan-sembahan berhala) telah menyesatkan orang ramai. Maka, janganlah Engkau tambahkan bagi orang- orang yang zalim itu selain kesesatan." (Lihat surah Nuh ayat 5-24) Allah memerintahkan Nabi Nuh membuat sebuah bahtera. Pada suatu hari, isteri Nabi Nuh melihat suaminya mendatangkan kayu-kayu dan menyuruh para pengikutnya agar meletakkan kayu-kayu itu di tengah-tengah kota, padahal kota itu jauh dari laut dan sungai. Maka, bertanyalah sang isteri kepada suaminya. "Apakah yang akan engkau perbuat dengan semua kayu ini, Nuh?" "Aku akan membuat sebuah bahtera," jawab Nabi Nuh. "Mengapa engkau membuat bahtera, sedangkan di sini tidak ada lautan atau sungai yang dapat melayarkannya?" 

Tanya isteri Nabi Nuh. Nabi Nuh menjawab: "Bahtera ini akan belayar ketika datang perintah Allah." Kembali isteri Nabi Nuh menyanggahnya: "Bagaimana orang yang berakal akan percaya dengan ungkapanmu itu?" "Nanti engkau akan melihat bahwa hal itu akan terjadi," kata Nabi Nuh. Setelah beberapa langkah isteri Nabi Nuh meninggalkan tempat itu, ia masih sempat bertanya sekali lagi: "Apakah bahtera ini akan berlayar di atas pasir?" Nabi Nuh menjawab dengan penuh keyakinan : "Tidak! Tetapi banjir akan menenggelamkan bumi dan orang-orang yang menentang kami, dan kaum mukminin akan selamat di atas bahtera..." Maka, pergilah isteri Nabi Nuh untuk menyelesaikan urusannya. Dia tidak percaya sedikit pun pada apa yang dikatakan suaminya itu. Walaupun begitu, ia sebenarnya merasa hairan kepada berita yang disampaikan oleh Nabi Nuh. Ia bertanya-tanya kepada dirinya sendiri. "Nanti akan engkau saksikan, apakah Nabi Nuh akan membiarkanmu berlayar bersamanya di atas bahtera!" Belum selesai ia memikirkan hal yang menghantui fikirannya itu, terdengar suara Kan'an memanggilnya. "Apakah bahtera itu, ibu?" Maka, ibunya mengisahkan peristiwa dialog antara dirinya dan Nuh, dan mengkhabarkan pula kepada Kan'an bahwa ayahnya akan membuat sebuah bahtera di tengah kota. Kan'an nyaris tidak mendengar semua cerita ibunya, karena ia menjadi tertawa terbahak-bahak tiada henti. 

Kemudian ia berkata : "Kalau begitu, benar apa yang dikatakan orang tentang ayahku!" Isteri Nabi Nuh memandang anaknya sambil menyesali dirinya. "Aduhai malangnya nasib yang membuatku menjadi isteri lelaki itu selama bertahun-tahun. Berapa lama lagi aku harus menanggung sengsara dan celaka seperti ini?" Kemudian ia membawa anaknya pergi ke Makbad Besar. Di Makbad Besar, sekelompok orang sedang berbantah-bantah tentang Nabi Nuh. Melihat isteri Nabi Nuh dan Kan'an datang mereka segera berkelompok di sekelilingnya dan berkata kepadanya. "Benarkah berita yang sampai kepada kami bahwa Nuh akan membuat sebuah bahtera?" "Hal itu aku dengar dari mulut Nuh sendiri," jawab isteri Nabi Nuh. Bertambahlah kemarahan orang-orang itu. Jika hal itu dimaksudkan sebagai olok-olok Nuh kepada mereka, maka mereka akan mengusir Nabi Nuh dari negeri mereka. Kaum Nabi Nuh tersebut kemudian pergi ke tengah kota. Di sana Nabi Nuh sedang mempersiapkan kayu-kayu untuk dibuat bahtera. Di sekelilingnya ada sekelompok orang-orang yang beriman kepadanya yang membantunya menyediakan kayu-kayu itu. Sementara itu, kaum Nabi Nuh mulai mengolok-oloknya. Salah seorang dari mereka berteriak. "Baiklah, Nuh! Nyata sekali bahwa kamu akan datang dengan membawa bahtera kepada kami di sini, sehingga kami dapat naik bahtera yang kamu buat di atas padang pasir yang tandus ini!" Suara yang lain terdengar: 

"Baiklah, Nuh! Apakah kamu akan menyuruh kaum mukminin untuk datang kepadamu dengan membawa bekas-bekas yang penuh air untuk dituangkan ke bawah bahtera ini sehingga engkau dapat membuat sebuah kolam yang di atasnya bahteramu belayar?" Yang lain lagi berseru." Hal itu tentu saja akan memakan waktu beberapa ratus tahun, tahukah kamu, Nuh?" Kemudian di antara mereka ada yang tertawa sambil mengejak Nabi Nuh." Dan semua air akan diserap oleh pasir..." Nabi Nuh tidak memberikan jawapan terhadap ejekan-ejekan dan cemuhan-cemuhan mereka itu melainkan hanya berucap dengan beberapa kalimat pendek : "Jika kamu memperolok kami, kami pun akan memperolokkan kamu, sebagaimana kamu memperolokkan kami! Tapi kamu akan sedar, kepada siapa akan datang azab yang meliputi dirinya dengan kehinaan. Dan kepada siapa akan turun azab yang tiada akhirnya." (Surah Hud ayat 38-39) Beberapa tahun telah berlalu. Nabi Nuh telah menyelesaikan bahtera ciptaannya. Sementara itu, ejekan yang datang dari kaum di sekelilingnya tidak berhenti, siang dan malam. Isteri Nabi Nuh dalam hal itu selalu memberitahu kaum musyrikin tentang kesedihan suaminya selama itu. Mendengar berita itu, makin bertambahlah kegembiraan hati mereka. 

Pada suatu hari, isteri Nabi Nuh terbangun dari tidurnya karena sesuatu yang menggelisahkan hatinya. Di rumahnya, Nabi Nuh mengumpulkan setiap jenis haiwan dan burung, masing-masing sepasang. Melihat perbuatan Nabi Nuh itu, isterinya bertanya. "Nuh, apa yang kamu lakukan? Dan ke mana kamu akan pergi dengan semua haiwan dan burung itu? Apakah kaum mukminin yang bersamamu akan makan haiwan- haiwan dan burung-burung itu, dan engkau tinggalkan kami di sini tanpa apa-apa?" "Tuhanku telah memerintahkan kepadaku untuk membawa haiwan-haiwan dan burung-burung di dalam bahtera!" Jawab Nabi Nuh. Dengan agak pelik, isteri Nabi Nuh bertanya : "Bagaimana Tuhanmu memerintahkan seperti ini?" Nabi Nuh menjawab : "Kelak akan kubawa setiap pasang binatang dan semua kaum mukminin di dalam bahtera ini, dengan kebenaran yang diperintahkan oleh Tuhanku kepadaku." Isteri Nabi Nuh tidak mahu diam. Ia bahkan berusaha membantah sambil berkata: "Apa yang akan kamu lakukan dalam bahtera itu? Apakah kalian akan meninggalkan rumah dan hidup bersama haiwan-haiwan dan burung- burung ini?" Nabi Nuh menjawab : "Kelak air akan menenggelamkan segala sesuatu, dan tidak ada yang akan selamat kecuali siapa yang naik ke atas bahtera ini, kemudian memulai kehidupan baru yang muncul dengan fajar keimanan!" Kali ini isteri Nabi Nuh benar-benar merasa takut dan ngeri dengan ucapan suaminya itu. Namun, karena keingkarannya telah keras membatu, ia tetap berusaha menekan rasa takutnya itu. Segera ia pergi untuk memberitahu kaumnya tentang yang diperbuat suaminya. 


Maka, bertambah keraslah ejekan mereka kepada Nabi Nuh dan apa yang diperbuatnya. Ketika datang masa yang dijanjikan oleh Allah, terperanjatlah kaum Nabi Nuh melihat datangnya banjir yang besar serta merta. Pintu-pintu langit terbuka dan mencurahkan air hujan ke bumi, sedangkan Nabi Nuh bersama orang-orang yang beriman belayar di atas bahtera tanpa isterinya dan Kan'an puteranya. Mereka berdua menolak ketika Nabi Nuh memerintahkannya agar ikut bersama ke atas bahtera. Bahkan mereka berkata : "Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat menyelamatkan daku dari banjir!" (Hud ayat 43) Banjir terlalu besar, hingga puncak gunung pun tenggelam. Maka tenggelamlah sang ibu bersama puteranya dalam gelombang banjir yang dahsyat.

Kisah mereka di dalam Al-Quran sentiasa menjadi tanda dan peringatan bagi seluruh kaum mukminin bahwa petunjuk itu kadang-kadang terasa lebih jauh meskipun bagi orang yang paling dekat dengan pemberi petunjuk itu sendiri.

Wednesday, January 30, 2019

AUSTRALIA VISIT FOR FUTURE - I WILL SURVIVE


“Maaf Mas, kopernya ketinggalan”, terlihat seorang pramusaji mendatangi diri Sueb saat sueb berjalan sambil memainkan hp nya setelah ia makan malam di sebuah restoran yang ada di dalam ruang tunggu.

“Oh maaf..terima kasih Mas,” jawab Sueb sambil berjalan menuju ke Ruang tunggu di F6 dimana lokasi ruang tunggu yang akan membawa Sueb ke Sydney Australia. Dan setelah Sueb masuk ke ruang tunggu, Sueb langsung menuju ke ruang sholat yang ada di basement untuk menunaikan sholat Isya nya.. Dan setelah itu sueb kembali ke ruang tunggu dan dicarinya tempat duduk yang nyaman.

“Ya udahlah berarti aku harus lupain Anisah”, guman Sueb dalam hati.

“Ach banyak cewek lain kok..ngapain dipikirkan lagi”, kata sueb untuk menenangkan dirinya lagi.

“Siapa tahu ntar di Australia bisa dapat cewek bule”, kata sueb dalam hati sambil tersenyum sendirian

“ Kak Evi…  Sueb dah di bandara sukarno hatta nich” dan sebentar lagi pesawat akan berangkat”

“apakah nanti aka nada yang menjemput sueb, kak?” tanya sueb ke kak evi.

Kak evi ini adalah kakak sueb yang tengah tugas belajar di Canberra, Australia tepatnya di Australian National University.

“Nanti yang jemput kamu bang Iwan”

“Nanti Bang Iwan menunggu sueb di depan pintu keluar bandara” jawab WA dari kak evi.

Bang Iwan ini adalah suami dari kak Evi dimana kak evi membawa keluarganya untuk bersama-sama menetap di Canberra, Australia selama Kak evi mengambil program Phd. Bang Iwan ini terpaksa mengalah untuk ikut istrinya ke Australia walaupun dia harus mengorbankan pekerjaan dia sebagai seorang piping design engineer di salah satu perusahaan besar di Kuala Lumpur.

“Baik kak, kalau begitu. Nanti sueb tunggu di pintu keluar bandara” jawab sueb

“nanti hubungi aja Bang Iwan di no. ……….. pakai WA mu karena di Airport Sydney  internetnya gratis sama seperti di Bandara Sukarno Hatta,” kata kak evi

“Siap kak…Don’t worry lah” jawab sueb

“ Maaf kak evi..pesawat kami segera mau berangkat, kami diminta naik pesawat udara ..Nanti sueb kontak bang iwan bila sudah tiba di airport Sydney
Pesawat Garuda mengudara sekitar pukul 11 malam dan langsung menuju ke Sydney Australia.

“kursinya nyaman juga yach, lumayan bisa untuk tidur nyenyak juga nich”, guman Sueb..merasakan empuknya pesawat yang dinaikinya

“Ada TV nya lagi , mantap banget”, guman Sueb..

Terlihat sueb ada kesulitan dalam mendengarkan suara dari TV yang di depan tempat duduknya. Sesekali Sueb kebingungan untuk mendengarkan dan itu Nampak oleh pramugari pesawat garuda dan akhirnya sueb didekati.

“Ada yang bisa saya bantu, Pak? “tanya pramugari..

Dengan rasa malu, akhirnya sueb bertanya, bagaimana cara mendengarkan suara dari TV itu, Mbak”, tanya sueb sambil menunjuk ke TV yang ada di hadapannya.

“ Oh begitu..coba mas cari di bag depan mas, disana ada ear phone kayat walkman. Nah alat itu coba dicolokkan di situ” kata pramugari sambil menunjuk ke lubang yang ada di sebelah handle kursi.

Akhirnya sueb mengikuti arahan dari pramugari itu dan dia menemukan ear phone dan ujung dari ear phone itu dicolokkan ke lubang di handle kursi dan earphone nya di letakkan di telingannya

“Makasih Mbak…sudah bisa mendengarkan suara nich..”, kata sueb dengan malu-malu.


“Ada lagi yang bisa saya bantu, Mas?

Sueb menggeleng kepala,” nggak mbak, terima kasih.

“Baiklah bilamana perlu bantuan lagi silahkan tekan tombol bantuan diatas tempat duduk mas,” kata pramugari sambil menunjukkan beberapa tombol yang ada di atas tempat duduk sueb.

Akhirnya sambil tersenyum, pramugari itu berlalu dari tatapan mata sueb.


“Waduh..sudah mau jam 1 malam nich, pantas saja mataku sakit dan rasa mengantuk timbul terus menerus menandakan aku harus tidur nich” Guman sueb dalam hati dan selanjutnya sueb tertidur..

Sueb berangkat ke Australia menggunakan visa working holiday visa dan bermaksud ingin merasakan kerja di Australia dan juga dibantu dengan adanya kakaknya di Australia. Sehingga memudahkan dia untuk mendapatkan visa kerja. 

Padahal kakak sueb pernah cerita ke sueb kalau kerja yang ada untuk working holiday visa yaitu kerja-kerja casual  seperti kerja house keeping, cleaning service atau kerja-kerja lainnya.

Namun sueb mempunyai tekad bulat untuk bekerja di Australia walau seberat apapun pekerjaan itu dikarena sueb sudah mengetahui walau kerjanya berat tapi gajinya 20 dollar per jam. Lumayan juga untuk tabungan dan cari pengalaman di Australia. Sueb tidak bekerja dimana selepas berakhir kontrak kerja di perusahaan engineering konsultan di Kuala Lumpur. Baru dua minggu sueb putus kontrak karena dibilang project sudah mulai sepi. Dan sueb menerima keputusan itu.

THE LOVES COME FROM THE STROMLO HILL


Suasana sore itu di Jakarta tengah dalam kondisi panas terik tapi cenderung mau hujan dan Nampak dari kejauhan sebuah mobil melaju dengan rada kencang membelah jalan ibukota Jakarta…

“Mang…cepetan dikit …Ntar terlambat kita”, kata seseorang dari dalam taxi.

“Iya Mas …Don’t worry , saya sudah usaha nich tapi saya nggak berani jalan diatas 80 km/jam. Saya merasa tak nyaman dan khawatir tak mampu mengontrol kendaraan saya ini”, jawab si sopir taxi

“Ya udah mang , tak apalah yang penting selamat lah dan keluarga mamang bahagia”, kata penumpang tadi..

“Memangnya pesawat mas jam berapa yach?”

“kok buru-buru amat yach?” tanya Pak Supir..

“Pesawat nya sekitar jam 11 malam lah, Mang Nanang”, kata penumpang taxi itu dan rupanya si penumpang kenal dengan sopir taxi tersebut.

“Owala..Mas Sueb nich bagaimana kirain 2 jam lagi pesawatnya?”

“Inikan masih jam 5 sorean dan sekitar 30 menit lagi kita sudah sampai di bandara Soekarno Hatta. Dan ngapain buru-buru Mas“ kata Pak Supir yang ternyata juga mengenal penumpangnya yang bernama Sueb.

Sambil tersenyum kecut , akhirnya sueb menjawab bahwa dia belum pernah mengadakan perjalanan ke luar negeri dan khawatir terlambat pada proses antrian di pelaporan pesawat dan proses imigrasi di Bandara.

“Oh Begitu eb,? “

“Tenang sajalah khan masih lama. Nanti mamang akan antar sueb di Terminal G dimana pesawat garuda tujuan luar negeri biasa bersandar.”

“Nanti sueb tinggal masuk ke dalam dan check schedule pesawat dan bilamana Boarding Open , Sueb masuk aja ke dalam ruangan untuk lapor tiket dan setelah itu baru sueb ke Imigrasi dan setelah semua beres, Sueb langsung masuk ke ruang tunggu”

“Tapi nanti tunjukkan saja passport dan visa nya juga,” kata mang nanang menjelaskan panjang lebar.

“Ya Mang.., makasih diingatkan”, jawab Sueb.

Sekitar 40 menit, taxi berjalan menuju ke bandara dan sedikit ada kemacetan di lampu merah sehingga mobil berjalan agak tersendat-sendat. Akhinrya tiba jualah di Terminal F Bandara Soekarno Hatta. Taxi kemudian menepi untuk mencari posisi luang untuk menurunkan penumpang.

“Mang Nanang, berapa argonya”, tanya Sueb sambil mau mengambil dompet dari kantong celananya..

“Ach..kau bisa aja Sueb..Nggak usahlah..”

“Ayahmu semalam sudah kasih uang ke Mang Nanang untuk ngedrop Mas Sueb di Bandara”, Jawab Mang Nanang.

Rupanya Mang Nanang kenal dengan Ayahnya Sueb. Sehingga pun Sueb tidak jadi membayar ongkos taxi yang dikemudikan oleh Mang Nanang, Pamannya Sueb..

“Kalau begitu, Makasih Mang Nanang”, kata Sueb sambil memberi salam.

“Berani kamu di bandara sendirian?”

“Kalau nggak berani , ntar mamang temani kamu di sana”

“Tapi mamang mau cari parkir dahulu dan mamang temani kamu sampai kamu masuk ke ruang tunggu”, kata mang nanang lagi. Sambil melihat memperlihatkan ke Sueb bahwa waktu pada saat itu sekitar jam 6 lewat 15 menit.

“Nggak usahlah mang..Sueb bukan anak kecil lagi..

“Lagi pun Sueb bisa nongkrong di Lounge”

 “Ini pun dah masuk maghrib..”, kata Sueb menjelaskan.

Mang Nanang mash mengganggap Sueb masih anak kecil saja dimana sejak kecil Sueb dekat dengan pamannya itu termasuk mengasuh Sueb karena Ayah Sueb sibuk kerja di kebun. Dan Sejak SMP, Sueb sudah sekolah di Kota. Jadi selama Sueb di kota bersama kakak sueb diasuh oleh mamang sueb.

Setelah mang nanang berlalu dari hadapan sueb. Sueb pun masuk ke dalam terminal Bandara..
Selepas Sholat Maghrib dan berdoa agar diberi kemudahan dalam penerbangan ke Australia. Sueb melihat jam di tangannya dan menunjukkan pukul tujuh malam. Ada rasa kecewa terlihat di wajah Sueb melihat ke Hp nya bahwa tidak ada satu sms pun yang hadir di dalam layar hp nya..Padahal dia berharap ada sms yang masuk dari seseorang yang diharapkannya..

Seseorang itu adalah wanita yang bernama Anisa, tapi nyatanya memang tak ada, sampai akhinya Sueb masuk ke dalam bandara untuk issued tiket di Jam Delapan Malam, sms dari Anisah tidaklah masuk, apalagi orangnya..Setelah proses imigrasi selesai dan Sueb masuk ke ruang tunggu. Sueb sudah memasrahkan diri bahwa Anisah tidak akan pernah hadir untuknya kembali.

Anisah adalah pacar Sueb yang tinggal di Jakarta dan Sueb pernah melakukan kesalahan dimana saat di kerja di Kuala Lumpur, Sueb dekat dengan seorang yang bernama Suaidibah. (Baca Buku “Cinta Ibarat Kereta Api”…red). Dan Anisah akhirnya tahu kedekatan Sueb dengan Suaidiba, gadis Malaysia. Padahal kedekatan mereka hanyalah sebagai teman dan itu tidak bisa dimengerti oleh Anisah..

Sueb sudah berusaha untuk menjelaskan ke Anisah bahwa Suaidiba bukan pacarnya tapi Anisah tidak juga mau mengerti dan sampai suatu malam. Sueb sengaja mampir ke rumah Anisah untuk pamitan kalau dia mau berangkat ke Australia untuk bekerja di sana. Namun apa yang dilihatnya ketika itu dilihatnya Anisah tengah duduk di ruang tahu dengan seorang cowok yang tak seganteng sueb. Tapi nampaknya disukai oleh Anisah..Dari sikap dan gerak tubuh Anisah memperlihatkan seperti itu. Anisah tidak salah tingkah dengan Sueb dan malah cuek saja melihat kedatangan Sueb..

“Kenalkan ini Steven” kata Anisah

“Steven, kenalkan ini Sueb”, kata Anisah lagi..

Ada rasa sakit hati di dada Sueb kala itu dan Sueb mencoba sabar dan tenang menghadapi cobaan itu..

“Hai Steven..Saya Sueb”, sambil menjulurkan tangannya untuk berkenalan dengan Steven sambil kemudian duduk.

“Oh yach ..Ada apa yach Sueb?” tanya Anisah memecah kesunyian

“Oh nggak , sebenarnya saya mau pamitan ke kamu ,


 kalau besok malam, saya mau berangkat ke Australia jam 11 malam”

“Mau cari kerjaan di Sana kebetulan Kak Evi ada di sana”, kata sueb.

“Oh okelah kalau begitu, Selamat Jalan Aja yach”, jawab anisa cuek dan sambil bercerita dengan Steven..

Setelah mereka mengobrol bersama dan Nampak sueb sedikit risih dengan sikap Anisa ke Steven, dan akhirnya Sueb pamit karena harus beres-beres dahulu. Dengan kesedihan yang mendalam akhirnya Sueb meninggalkan rumah Anisa dan berlalu dari hadapan mereka berdua.

Nampaknya kata putus sudah kekal dihati anisa dengan pembuktian dihadapan sueb barusan.