WA'ILAH ISTERI NABI
LUTH MATI DALAM KESESATAN Allah membuat isteri Nuh dan isteri Luth menjadi
perumpamaan bagi orang-orang yang ingkar. Keduanya berada di bawah pengawasan
dua orang hamba yang soleh di antara hamba-hamba Kami, lalu kedua isteri itu
berkhidmat kepada kedua suaminya, maka kedua suaminya itu tidak dapat membantu
mereka sedikit pun dari (siksaan) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya)."
Masuklah ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka)."(At-Tahrim:
10) Dalam perjalanan hidup seorang nabi, apabila ia mendapati kebenaran yang
datang dari Allah, keluarga terdekatnyalah yang terutama mesti ia seru terlebih
dahulu. Orang yang paling dekat dengannya tentu saja memperoleh kesempatan
paling besar untuk menerima seruannya. Akan tetapi, tidak demikian halnya
dengan isteri Nuh dan anaknya. Meskipun keduanya adalah orang-orang yang paling
dekat dengan beliau, mereka termasuk golongan yang ingkar akan kebenaran Allah
dengan enggan beriman. Begitu pula wanita yang satu ini, isteri salah seorang
dari nabi Allah, yakni isteri Luth as. Luth adalah seorang nabi dan rasul yang
diutus oleh Allah kepada kaumnya di Sadom, sebuah negeri besar yang mempunyai
banyak kota, sedangkan penduduknya tenggelam dalam arus kemaksiatan. Rakyat
Negeri Sadom ketika itu berserikat dan bahu- membahu dalam perbuatan dosa yang
mengaibkan. Nabi Luth diperintahkan oleh Allah untuk menyampaikan risalah-Nya
kepada kaumnya itu, termasuk kepada isterinya sendiri.
Berkata Nabi Luth kepada mereka seraya mengingatkan: "Mengapa kamu melakukan perbuatan tercela itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun di dunia ini sebelummu? Kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu, bukan kepada wanita. Bahkan kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. "(Al-A'raf: 80-81) Memang, kaum Nabi Luth ketika itu berada pada tingkat kebinatangan yang paling rendah, kebejatan akhlak yang paling parah, dan tidak ada manusia seburuk mereka sebelumnya. Mendengar seruan Nabi Luth, seruan seorang nabi Allah yang juga pernah didengar oleh kaum-kaum lain sebelum mereka, rakyat Negeri Sadom merasa terusik kesenangannya. Mereka tidak tinggal diam setelah mendengar seruan kebenaran yang disampaikan oleh Nabi Luth. Mereka terus berfikir, mencari jalan bagaimana agar Nabi Luth tidak dapat mengumandangkan seruannya kembali. Ketika, mereka tengah duduk berfikir, tiba-tiba datang seorang perempuan tua menghampiri mereka. Sebenarnya, sudah lama perempuan tua itu mendengar rencana kaum Luth itu, dan ia tersenyum bangga mendengar rencana itu. "Akan kutunjukkan kepada kalian, suatu lubang yang dapat menghalangi seruan Luth," ujar perempuan tua itu dengan wajah penuh keyakinan. "Lubang yang mana itu?" tanya mereka dengan keinginan yang penuh harap. "Tidak akan kukatakan hal itu, kecuali aku mendapat sekeping perak sebagai upahnya," sahut si perempuan tua. Tak seorangpun dari keturunan kaum Luth itu yang merasa marah atau heran mendengar ucapan perempuan tua yang terkenal mata duitan dan sifat lobanya itu. Salah seorang dari mereka memasukkan tangannya ke dalam sakunya; kemudian mengambil sekeping perak dan diberikannya kepada perempuan tua itu. Dengan senyum kemenangan, perempuan tua itu cepat mengambil dan menyembunyikan kepingan perak itu di dadanya. "Kalian dapat membatalkan seruan Luth melalui isterinya!" Kata perempuan itu kemudian. Terbelalaklah mata kaum Luth ketika mendengar ucapan itu. Mereka semakin mendekatkan telinga masing-masing ke mulut perempuan penipu itu dengan penuh harapan. "Bagaimana caranya?" Tanya mereka serentak. "Kalian harus bekerjasama dengan isteri Luth untuk menghentikan seruannya kepada kalian." Dengan kesal, salah seorang dari mereka berteriak. "Kami tidak ada urusan dengan isteri Luth!"
Berkata Nabi Luth kepada mereka seraya mengingatkan: "Mengapa kamu melakukan perbuatan tercela itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun di dunia ini sebelummu? Kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu, bukan kepada wanita. Bahkan kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. "(Al-A'raf: 80-81) Memang, kaum Nabi Luth ketika itu berada pada tingkat kebinatangan yang paling rendah, kebejatan akhlak yang paling parah, dan tidak ada manusia seburuk mereka sebelumnya. Mendengar seruan Nabi Luth, seruan seorang nabi Allah yang juga pernah didengar oleh kaum-kaum lain sebelum mereka, rakyat Negeri Sadom merasa terusik kesenangannya. Mereka tidak tinggal diam setelah mendengar seruan kebenaran yang disampaikan oleh Nabi Luth. Mereka terus berfikir, mencari jalan bagaimana agar Nabi Luth tidak dapat mengumandangkan seruannya kembali. Ketika, mereka tengah duduk berfikir, tiba-tiba datang seorang perempuan tua menghampiri mereka. Sebenarnya, sudah lama perempuan tua itu mendengar rencana kaum Luth itu, dan ia tersenyum bangga mendengar rencana itu. "Akan kutunjukkan kepada kalian, suatu lubang yang dapat menghalangi seruan Luth," ujar perempuan tua itu dengan wajah penuh keyakinan. "Lubang yang mana itu?" tanya mereka dengan keinginan yang penuh harap. "Tidak akan kukatakan hal itu, kecuali aku mendapat sekeping perak sebagai upahnya," sahut si perempuan tua. Tak seorangpun dari keturunan kaum Luth itu yang merasa marah atau heran mendengar ucapan perempuan tua yang terkenal mata duitan dan sifat lobanya itu. Salah seorang dari mereka memasukkan tangannya ke dalam sakunya; kemudian mengambil sekeping perak dan diberikannya kepada perempuan tua itu. Dengan senyum kemenangan, perempuan tua itu cepat mengambil dan menyembunyikan kepingan perak itu di dadanya. "Kalian dapat membatalkan seruan Luth melalui isterinya!" Kata perempuan itu kemudian. Terbelalaklah mata kaum Luth ketika mendengar ucapan itu. Mereka semakin mendekatkan telinga masing-masing ke mulut perempuan penipu itu dengan penuh harapan. "Bagaimana caranya?" Tanya mereka serentak. "Kalian harus bekerjasama dengan isteri Luth untuk menghentikan seruannya kepada kalian." Dengan kesal, salah seorang dari mereka berteriak. "Kami tidak ada urusan dengan isteri Luth!"
Dengan wajah marah,
perempuan tua itu kembali berkata : "Aku lebih mengerti hal itu daripada kalian!"
"Kalau begitu," sela salah seorang yang lain. "Apa peranan
isteri Luth dalam hal ini?" "Dengar baik-baik. Peranan isteri Luth
sama seperti perananku bagi kalian sekarang ini," jawabnya. "Jadi,
apakah kamu berharap agar isteri Luth dapat menunjuki kami, siapa orang-orang
yang dapat memenuhi keinginan kami, sebagaimana yang engkau lakukan kini?"
tanya salah seorang dari mereka. Dengan kedua mata yang bersinar, disertai
kegembiraan haiwani, perempuan tua berlalu sambil bergumam, "Ya... ya..."
Isteri Nabi Luth sedang menyelesaikan sebahagian pekerjaannya ketika terdengar
pintu rumahnya diketuk orang. Segera ia berlari, membukakan pintu. Dan seorang
perempuan tua tiba-tiba berada di hadapannya. Dengan tergopoh-gopoh perempuan
tua itu lalu berkata: "Hai, anakku, adakah seteguk air yang dapat
menghilangkan dahaga yang kurasakan ini?" "Silakan masuk
dahulu," jawab Wa'ilah, isteri Nabi Luth, dengan lembut." Akan
kuambilkan air untukmu. "Perempuan tua itu kemudian duduk menunggu, sementara
Wa'ilah masuk ke dapurnya. Tak lama kemudian, Wa'ilah kembali dengan membawa
bekas yang penuh berisi air untuk tamunya itu. Dengan lahap, si perempuan tua
segera meneguk habis air di bekas tersebut, dan kemudian melepas nafas dengan
lega. "Kami hidup bersama suamiku, Luth namanya, dan dua anak
perempuanku," jawab Wa'ilah. Perempuan itu kemudian memalingkan wajahnya
ke sekeliling rumah yang kecil itu, lalu menggeleng-gelengkan kepalanya
seakan-akan prihatin akan apa yang dilihatnya. Dengan wajah yang memperlihatkan
kesedihan, perempuan tua itu berkata : "Aduhai, apakah kesengsaraan
menimpamu, Anakku?" "Aku tidak sengsara, bahkan rumah ini cukup bagi
kami, dan aku mempunyai suami yang memberiku makan dan minum bersama kedua
puteriku," jawab Wa'ilah. Perempuan tua penipu itu lebih mendekat kepada
isteri Nabi Luth sambil berkata : "Dapatkah ruangan seperti ini disebut
rumah? Dapatkah yang engkau teguk dan engkau rasakan ini disebut makanan atau
minuman?" Wa'ilah terpegun mendengar ucapan perempuan tuan itu. Dengan
penuh keheranan, ia kemudian bertanya. "Kalau begitu, apa yang selama ini
kumakan dan kuminum?" Cepat-cepat perempuan tua itu berkata:
"Panggillah aku dengan sebutan ibu. Bukankah kedudukanku seperti ibu
saudaramu?" Kemudian ia menyambung lagi. "Sesungguhnya semua ini
adalah kemiskinan dan kesengsaraan hidup yang membawa kemalangan bagimu, hai
anakku. Mengapa kamu tidak masuk ke rumah orang-orang kaya di antara kaummu.
Tidakkah kamu melihat kehidupan mereka yang penuh kemegahan, kesenangan, dan
kenikmatan...? Kamu berparas cantik, hai anakku. Tidak layak kamu membiarkan
kecantikanmu itu dalam kemiskinan hina begini. Tidakkah kamu sedari bahwa kamu
tidak mempunyai anak lelaki yang dapat bekerja untuk memberimu makan kelak
apabila suamimu meninggal dunia?" Wa'ilah, isteri Nabi Luth, mendengarkan
dengan saksama semua ucapan perempuan tua itu. Ya, ucapan itu telah membuatnya
terlena sambil merenung atap rumahnya. Sesekali ia perhatikan perempuan tua
yang semakin mengeraskan suaranya yang penuh nada kesedihan dan kedukaan. Dalam
lamunannya itu, tiba-tiba Wa'ilah merasakan pelukan perempuan tua itu di
bahunya. Ketika perempuan tua itu menghentikan pembicaraannya, isteri Nabi Luth
memandang kepadanya sambil berusaha meneliti kalimat-kalimat yang baru
didengarnya. Tetapi si perempuan tua tidak memberinya kesempatan untuk
berfikir, bahkan ia mulai menyambung pembicaraannya dengan berkata: "Hai,
anakku, apakah yang dikerjakan suamimu? Bagaimana hubungannya dengan penduduk
Negeri Sadom dan kampung- kampung kecil di sekelilingnya? Sesungguhnya
orang-orang di sini menginginkan sesuatu yang dapat menyenangkan hati mereka
sesuai dengan yang mereka kehendaki. Dan sesuatu yang dicarinya itu dapat
menjadi sumber penghasilan dan kekayaan bagi orang yang mahu membantu mereka.
Lihatlah! Lihatlah, hai anakku, kepingan-kepingan emas dan perak ini!
Sesungguhnya emas dan perak bagiku adalah barang yang mudah kuperolehi. Aku
menunjukkan kepada kaumku beberapa lelaki berwajah `cantik' yang datang dari
kota. Sedangkan kamu... di rumahmu sering datang beberapa pemuda dan remaja
lelaki kepada suamimu. Ya, suamimu yang seruannya diperolok-olok oleh kaum
kita. Pekerjaan semacam ini sebenarnya tidak memberatkan kamu. Suruhlah salah
seorang puterimu menemui sekelompok kaum kita dan memberitahu mereka akan
adanya lelaki tampan di rumahmu. Dengan demikian, engkau akan memperoleh emas
atau perak sebagai hadiahnya setiap kali engkau kerjakan itu. Bukankah
pekerjaan itu amat mudah bagimu? Dengan itu, engkau bersama puteri-puterimu
dapat merasakan kenikmatan sesuai dengan apa yang kalian kehendaki.
"Sambil mengakhiri ucapannya, perempuan tua itu meletakkan dua keping
perak di tangan Wa'ilah, dan kemudian segera keluar. Isteri Nabi Luth duduk
sambil merenungkan peristiwa yang baru terjadi itu tentang keadaan pekerjaan
yang dicadangkan oleh si perempuan tuan. Dan... ia kebingungan sambil
berputar-putar di sekitar rumahnya. Suara perempuan tua itu masih
terngiang-ngiang di telinganya, sementara di tangannya terselit dua keping
perak. Wa'ilah dibayangi keraguan apakah sebaiknya ia terima saja saranan
perempuan tua itu. Tetapi, apa yang akan dikatakan orang nanti tentang dirinya
jika hal itu ia lakukan; bahwa isteri seorang yang mengaku sebagai Rasul Allah
dan menyerukan kebajikan, ternyata, menolong kaumnya dalam melakukan kebatilan.
Tiba-tiba datang suara yang membisikkan ke telinganya : "Perempuan tua itu
telah menasihatimu. Ia tidak mengharapkan sesuatu kecuali kebaikan dan
kebahagiaan bagimu. Kamu tidak bertanggungjawab atas apa yang dilakukan oleh
kaummu. Dan lagi pekerjaan yang dicadangkan perempuan tua itu sama sekali tidak
memberatkanmu. Kamu hanya memberitahu mereka tentang kedatangan tamu-tamu
suamimu, Luth. Lekaslah... lekaslah... nanti akan kukatakan... lekas, supaya
engkau memperoleh kekayaan dan kenikmatan... Cepatlah...!" Dan tiba-tiba,
tanpa ragu-ragu, Wa'ilah berkata : "Baiklah, kuterima..." "Kalau
begitu, selamat kuucapkan kepadamu," demikian Iblis membisikkan
kepadanya." Sesudah ini engkau akan merasakan kenikmatan di dalam kehidupanmu..."
Nabi Luth kembali kepada penduduk desa yang berada di sekitar Sadom untuk
menyerukan kebenaran Ilahi sesuai dengan perintah Allah kepadanya.
"Mengapa kalian mengerjakan perbuatan tercela itu, yang belum pernah
diperbuat oleh seorangpun di dunia ini sebelum kalian? Sesungguhnya kalian
mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsu kalian bukan kepada wanita, bahkan
kalian ini adalah kaum yang melampaui batas." Perlawanan penduduk Sadom
terhadap dakwah kebenaran yang disampaikan oleh Nabi Luth kepada mereka membuat
kesedihan dan kedukaan di hati Nabi Luth sendiri. Betapa kaumnya tidak mahu
menerima kebenaran dan tidak menghendaki diri mereka bersih dari perangai yang
hina dan merusakkan itu.
Hari demi hari berlalu.
Setiap isteri Nabi Luth melihat beberapa lelaki datang ke rumahnya, ia segera
memberi tahu kaumnya tentang hal itu dan setiap kali berita yang dibawanya
sampai kepada kaumnya si perempuan tua datang kepadanya dengan membawa sepotong
perak seraya berkata : "Jika engkau selalu menolong kami, nescaya engkau
akan dapatkan terus sekeping perak, sementara suamimu tidak dapat menyeru
kepadanya." Wajah perempuan tua itu tertawa seperti tawa syaitan, kemudian
pergi... Sementara itu, seruan Nabi Luth kepada kaumnya tidak menambah apa-apa
kecuali perlawanan dan kesombongan. Mereka tetap selalu berpaling dari ajakan
suci itu. Bahkan mereka terus-menerus melakukan perbuatan keji tatkala Nabi
Luth memperingatkan akan datangnya seksa Allah atas mereka apabila mereka tidak
mahu berhenti dari kesesatannya. Mereka malah menentang Nabi Luth dengan berkata:
"Datangkanlah kepada kami azab dari Allah, jika kamu termasuk orang-orang
yang benar." Maka, Nabi Luth pun memohon kepada Allah, agar Allah
menolongnya dari kaumnya. Nabi Luth berdoa : "Ya, Tuhanku, tolonglah aku
(dengan menimpakan azab) atas kaum yang berbuat kerusakan itu."
(Al-Ankabut : 30) Allah memperkenankan doa Nabi Luth as, dan mengutus Jibril
as. untuk membinasakan mereka. Jibril datang ke Negeri Sadom dengan menyerupai
dua orang lelaki yang tampan."Dia (Luth) merasa susah dan sempit dadanya
karena kedatangan mereka. Dan ia berkata: "Ini adalah hari yang amat
sulit." (Hud: 77) Nabi Luth as. Cemas memikirkan apa yang bakal diperbuat
kaumnya jika mereka mengetahui kedatangan tamu lelaki yang berwajah `cantik' di
rumahnya. Bagaimana ia dapat mempertahankan dan memelihara mereka dari
kemungkaran kaumnya? Ah, bukankah tidak ada yang mengetahui kedatangan mereka,
kecuali dia sendiri, dan kedua puterinya? Sebaliknya kedatangan kedua tamu Nabi
Luth itu merupakan kesempatan bagi isterinya untuk menambah kepingan-kepingan
perak yang biasa ia perolehi dari si wanita tua. Sekarang, ia harus mengutus
seseorang kepada kaumnya untuk memberitahu mereka. Tetapi kedua puterinya
sedang sibuk menyiapkan hidangan bagi kedua tamu ayahnya, atas perintah Nabi
Luth. Karena keinginannya yang mendesak, isteri Luth akhirnya memberi isyarat
kepada salah seorang puterinya untuk mendekat. Kemudian ia membiisikkan
beberapa kalimat ke telinga anak perempuannya itu. Sesaat kemudian, sang puteri
segera keluar rumah untuk memberitahu kaumnya, sebagaimana biasa. Di
tengah-tengah kerumunan orang ramai anak Nabi Luth melihat seorang perempuan
tua melambaikan tangan sambil mengisyaratkan panggilan kepadanya. Segera ia
mendekati perempuan itu dan memberitahu tentang dua lelaki tampan yang datang
ke rumahnya. Perempuan tua itu kemudian menyuruh ia cepat pulang, sementara
kelompok lelaki menghampiri seraya bertanya: "Apakah yang terjadi? Apakah
ada berita baru?" Wajah si perempuan tua menampakkan senyum tipuan sambil
berkata: "Kali ini tidak kurang dari empat potong emas harus
kuterima." Dengan bersemangat kaumnya bertanya: "Apakah yang terjadi?
Apakah ada yang istimewa?" Perempuan itu berkata kepada mereka, sementara
ia membuka matanya lebar-lebar disertai syaitan. "Kalian akan memperoleh
apa yang kalian kehendaki, iaitu dua orang lelaki yang berwajah `tampan'.
Dengan wajah buas dan bernafsu, mereka bertanya dengan tidak sabar. "Di
mana mereka? Di mana lelaki berwajah `tampan' itu? "Berikan harta kepadaku
terlebih dahulu, barulah kuberi tahu kalian!" Katanya. Sebahagian dari
mereka menyahut: "Wahai wanita tua, engkau yang tamak, tidak pernah
kenyang!" Dan sebahagian yang lain berkata : "Inilah harta untukmu,
tetapi cepat katakan, di mana lelaki yang berwajah `tampan' itu?" Setelah
tangannya menggenggam emas, berkatalah perempuan tua itu kepada mereka.
"Mereka ada di rumah Luth..." Hampir-hampir kaumnya tidak mendengar
ucapan perempuan tua itu dengan jelas. Tetapi, sesaat kemudian, mereka
berlumba-lumba untuk segera datang ke rumah Nabi Luth. Masing-masing ingin
memperoleh kepuasan dari dua lelaki `tampan' yang ada di rumah Luth.
Sesampainya mereka di sana, didapati pintu rumah Nabi Luth tertutup. Segeralah
mereka mengetuk keras sambil berteriak. "Bukakan, Luth bukalah
pintu-pintumu! Kalau tidak, kami terpaksa akan memecahkannya!" Isteri Nabi
Luth mencuba menemui suaminya yang ternyata telah meninggalkan kedua tamunya di
dalam kamar, sementara ia sendiri mendekati pintu rumahnya yang tertutup dan
memisahkan dia dengan sekumpulan kaumnya. Isteri Nabi Luth mengintai dari balik
tirai. Hatinya melonjak kegirangan. Sebentar lagi ia bakal memperoleh sepotong
perak dari si perempuan tua, sesuai dengan kebiasaan yang telah berlangsung
selama ini. Bahkan di samping itu, tanpa diketahuinya, ia mungkin bakal
memperoleh pula sepotong emas sebagai bonus. Teriakan kaum Luth bertambah keras
dan garang. Mereka tak sabar dan ingin memecah pintu agar dapat masuk dan
menemui tamu-tamu Nabi Luth. Apakah yang akan dikatakan oleh Nabi Luth atas
tindakan kebengisan yang diperbuat oleh naluri haiwan kaumnya yang rendah itu?
Nabi Luth pun berdiri terpaku; hanya pintu yang memisahkannya dari kaum durjana
itu. Sesaat kemudian, Nabi Luth berkata kepada mereka demi menenangkan keadaan
: "Hai, kaumku, inilah puteri-puteriku, mereka lebih suci bagimu. Maka,
bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu mencemarkan namaku di hadapan
tamuku. Tidak adakah di antaramu seorang yang dapat menbedakan baik dan buruk.
Ya, orang-orang yang berakal ketika itu telah dihinggapi fikiran- fikiran hewan
yang rendah, sehingga nafsu mereka sulit dibendung. Luth kemudian kembali
menegaskan permohonannya kepada kaumnya itu, sedangkan isterinya mengintip
tidak jauh dari situ. Nabi Luth menawarkan kepada mereka untuk mengawini
puteri-puterinya, tetapi dengan serentak mereka menjawab : "Sesungguhnya
engkau telah tahu bahwa kami tidak mempunyai keinginan terhadap
puteri-puterimu; dan sesungguhnya kamu tentu mengetahui apa yang sebenarnya
kami kehendaki." Sampai di sini, dialog antara Nabi Luth dan kaumnya terputus.
Nabi Luth kemudian berfikir, apakah yang akan ia lakukan jika kaumnya memecah
pintu rumahnya dan masuk untuk melampiaskan nafsu syaitannya kepada dua orang
tamunya. Ia berdiri kebingungan, sedangkan isterinya memandangnya dengan
pandangan khianat. Tiba-tiba tamu Nabi Luth berkata kepadanya:
"Sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Tuhanmu; sekali-kali mereka tidak
dapat mengganggu engkau." Kalau begitu, tamu-tamu Nabi Luth adalah
utusan-utusan Allah yang datang untuk menimpakan azab kepada penduduk Negeri
Sadom yang berbuat kerusakan itu. Mendengar semua itu, isteri Nabi Luth merasa
khuatir, karena ia akan gagal memperoleh harta yang selalu diingininya itu.
Kebatilan dan pelakunya memang tidak akan pernah kekal, dan kini seksa sedang
menghampiri mereka. Berkata utusan-utusan Allah itu kepada Nabi Luth :
"Bukakan pintu, dan tinggalkan kami bersama mereka!" Maka, Nabi Luth
pun membuka pintu rumahnya. Isteri Nabi Luth merasa cemas tatkala melihat
serombongan kaumnya menyerbu masuk dengan penuh kegilaan, dan segera menuju ke
arah tamu-tamu Nabi Luth. Ketika itulah, Jibril menunjukkan kelebihannya. Ia
mengembangkan kedua sayapnya dan memukul orang-orang durjana itu. akhirnya,
mata mereka, tanpa kecuali, buta seketika. Dengan berteriak kesakitan, mereka semua
menghendap-hendap dan bingung, kemana mereka harus berjalan. Bertanyalah Nabi
Luth kepada Malaikat Jibril : "Apakah kaumku akan dibinasakan saat ini
juga?" Malaikat Jibril memberitahu bahwa azab akan ditimpakan kepada kaum
Nabi Luth pada waktu Subuh nanti. Mendengar itu, Nabi Luth segera berfikir,
bukankah waktu Subuh sudah dekat. Jibril memerintahkan Nabi Luth agar pergi
dengan membawa keluarganya pada akhir malam nanti. Semua keluarga Nabi Luth
pada malam itu pergi bersamanya ke luar kota, kecuali Wa'ilah. Isterinya itu
bukan lagi termasuk keluarganya yang beriman kepada risalah Allah yang
dibawanya. Sebaliknya, Isteri Nabi Luth justeru telah membantu orang-orang yang
berbuat kerosakan, dan ia harus menerima akibatnya. Maka, turunlah azab atas
dirinya, bersama semua kaum Nabi Luth yang ingkar, sebagaimana yang difirmankan
oleh Allah dalam Kitab Suci Al- Quran : "Maka, tatkala datang azab Kami,
Kami balikkan (kota itu), dan Kami turunkan di atasnya hujan batu, (seperti)
tanah liat dibakar bertubi-tubi. Diberi tanda oleh Tuhanmu. Dan seksaan itu
tiadalah jauh dari orang-orang yang zalim." Maha Benar Allah lagi Maha
Agung.
No comments:
Post a Comment