Isteri Nabi Nuh Menempuh Jalan Kesesatan "Allah
membuat perumpamaan bagi orang yang ingkar: Isteri Nuh dan isteri Luth, mereka
adalah isteri dua orang hamba di antara hamba- hamba Kami yang soleh. Tapi
mereka berkhianat (kepada suami- suaminya). Maka, mereka tiada berdaya membantu
mereka sedikitpun terhadap seksaan Allah. Kepada mereka dikatakan:
"Masuklah kamu ke dalam neraka Jahannam bersama orang yang masuk ( ke
dalamnya)!" (At- Tahrim: 10) Seorang wanita bangun dari tidurnya, dan
langsung menuju dapur untuk membuat makanan dan kueh-kueh. Setelah semua
pekerjaan itu selesai, ia segera keluar rumah tanpa memberitahu suaminya, Nabi
Nuh.
Sebelum pintu rumahnya terbuka, tiba-tiba anak-anaknya yang masih muda,
Kan'an, menegurnya: "Mahu ke mana Ibu pagi-pagi ini?" Ibu
mengisyaratkan sesuatu agar anaknya merendahkan suara, supaya tidak terdengar
oleh orang lain. Lalu berkata : "Lupakah kamu, Kan'an, bahwa hari ini
adalah hari raya tuhan-tuhan kita? Aku akan pergi ke Makbad Besar. Di sana kaum
kita telah menunggu untuk bersama-sama melaksanakan penyembahan kepada tuhan
yang telah memberi rezeki dan menolong kita." Kan'an memandang ibunya
dengan wajah tersenyum, dan kemudian berkata : "Ibu berbuat yang terbaik.
Nanti aku akan menyusul ke sana, sebab bukankah ibu tahu bahwa ayah tidak
senang melihat kita bekerjasama dalam hal ini." Pergilah isteri Nuh ke
Makbad Besar itu. Sesampainya di sana, ia segera berdiri di depan berhala dan
berucap : "Wed, Suwa, Yaghuts ya'uq, dan Masr..." (nama-nama, berhala)
la kemudian memohon, berdoa, mendekatkan diri, dan mempersembahkan makanan
serta minuman bagi para penjaga yang mulai menyuarakan kalimat-kalimat yang
tidak dapat difahami maksudnya. Kemudian mereka menunjukkan kepada tuhan-tuhan,
dan sekali lagi menunjuk kepada orang-orang yang mempersembahkan korban dan
mengangkat wajah mereka dengan mata terpejam, agar orang yang mempersembahkan
korban itu merasa bahwa Tuhan senang dan rela kepada mereka. Isteri Nabi Nuh
melihat, dan ia dapati puteranya Kan'an, telah keluar dari ruangan sembahan
menuju arena tarian di sebelah Makbad. Di tempat itu, kaum lelaki dan perempuan
bercampur menjadi satu; melakukan perbuatan-perbuatan sesuka hati mereka sambil
bersukaria. Melihat itu, sang ibu merasa cemas dan khuatir terhadap keadaan
anaknya. Diserunya Kan'an agar kembali kepadanya, tetapi Kan'an malah
bersembunyi di tengah-tengah keramaian itu tatkala ia mendengar panggilan
ibunya. Karena Kan'an tidak kembali setelah lama dipanggil, sang ibu segera
kembali menuju berhala-berhala dan mulai berdoa lagi. Ia tidak ingin
menyibukkan diri dengan urusan anaknya itu. Sambil berdoa, ia mengeluarkan
secarik kain yang telah disapu wangi-wangian dari bungkusannya, dan kemudian
diletakkannya di kaki berhala. Itulah pekerjaan yang biasa dilakukannya. Waktu
berlalu dengan cepat, dan upacara penyembahan akhirnya selesai.
Isteri Nabi Nuh
kemudian kembali ke rumahnya. Dalam perjalanan pulang, ia bertemu dengan
anaknya, Kan'an, yang wajahnya tampak masam air mukanya. Cepat-cepat ia
mendekati anaknya itu dan berkata : "Apa yang sedang kamu fikirkan,
Puteraku?" "Tahukah ibu, apa yang telah dilakukan Nuh, ayahku?"
Kata Kan'an. "Apa yang ia perbuat, Kan'an?" Tanya ibunya dengan wajah
penuh kesedihan. "Ia menyeru umat di pasar, dan orang-orang di sekelilingnya,
dan membantah apa yang diserukan mereka!" Jawab Kan'an. "Apa yang
telah dilakukannya di pasar?" Tanya ibunya kemudian! Apakah ia hendak
menjual kayu-kayu yang ia jadikan perkakas rumah?" Anaknya menjawab:
"Aku telah mendengar bahwa ia berkata: `Hai, kaumku, sesungguhnya aku
adalah pemberi peringatan yang nyata bagimu; maka sembahlah Allah, bertakwalah
dan taatlah kepadaNya." Isteri Nabi Nuh memandang Kan'an seraya berkata:
"Kalau begitu, ayahmu tidak menghendaki kita menyembah tuhan-tuhan yang
memberi rezeki dan memelihara kita."
"Sesungguhnya ia benci
akan hal itu dan bahkah menghinanya. Ia tidak pernah bersedia mempersembahkan
korban kepada tuhan-tuhan yang biasa kita lakukan," jawab Kan'an. Isteri
Nuh dan anaknya pulang ke rumah. Sepanjang jalan keduanya lebih banyak membisu.
Tetapi kemudian Kan'an memecahkan kesunyian itu dengan bertanya: "Apakah
yang akan kita lakukan ibu, bila ayah menyeru kita seperti yang ia serukan
kepada kaum negeri ini?" "Tuhan-tuhan akan mengutukmu, Kan'an, jika
engkau turuti seruan ayahmu itu!" Jawab ibunya. "Apakah kita akan
meninggalkan agama kita dan agama nenek moyang kita hanya karena ayahmu
menyerukan yang lain? Tidak! Sesungguhnya hal itu tidak boleh terjadi!"
Sebelum tengah malam tiba, Nabi Nuh telah sampai di rumahnya. Semalaman isteri
dan anak Nuh tidak dapat memejamkan mata. Nabi Nuh meletakkan tongkatnya di
dinding rumahnya, kemudian duduk. Tidak lama, isterinya mendekati dan berkata:
"Mengapa engkau terlambat pulang sampai larut malam?"
"Aku mesti
menyampaikan risalah yang diperintahkan Allah kepadaku." Jawab Nabi Nuh.
"Risalah apakah itu, Nuh?" Tanya isterinya. Nabi Nuh menjawab:
"Agar manusia menyembah Tuhannya dan meninggalkan penyembahan kepada
berhala-berhala." "Kamu telah bertahun-tahun hidup bersama
kami," sahut isterinya kemudian. "Tetapi kini kamu berselisih dengan
apa yang disembah oleh kaummu. Maka, bagaimanakah mereka akan percaya kepadamu,
yang tiba- tiba mengatakan bahwa Allah telah mengutusmu kepada mereka dengan
membawa suatu risalah dan menyeru mereka untuk meninggalkan sembahannya?"
Nabi Nuh menjawab: "Allah telah memilihku untuk menjalankan tugas ini bila
saja Dia kehendaki. Kumpulkan ke mari anak-anak kita, aku akan menunjukkan
kepada mereka tentang risalah yang kubawa ini, sebagaimana yang telah kuserukan
kepada manusia!" Isteri Nuh tidak bergerak dari tempatnya,
sementara
anaknya Kan'an, telah duduk di sampingnya. Ia kemudian berkata kepada Nabi Nuh
: "Anak-anakmu sedang tidur. Tundalah hal itu sampai datang waktu
pagi!" Kalau begitu, aku akan menyampaikan masalah ini kepada kalian
berdua lebih dahulu." "Mengapa kamu tergesa-gesa dalam urusan ini,
tidurlah sampai esok pagi!" Sahut isterinya. "Tidak!" Kata Nabi
Nuh. "Aku harus melaksanakan tanggungjawabku terhadap Allah. Sesungguhnya
kamu berdua adalah ahli baitku, dan aku harus menjadi orang yang menyeru kamu
berdua pertama kali. Bersaksilah bahwa Allah itu satu, tidak ada sekutu
bagi-Nya dan tinggalkanlah semua yang kamu sembah kecuali Allah."
Mendengar itu Kan'an melihat ke arah ayah dan ibunya. Sang ibu pula memandang
kepadanya seraya mengangguk dan berkata : "Kami tidak akan meninggalkan
penyembahan tuhan-tuhan kami dan tuhan-tuhan kaum kami semua."
Dan Kan'an
pula berkata, setelah, mendengar apa yang dikatakan oleh ibunya itu :
"Wahai, ayah, kulihat ayah menolak ucapannya." Nabi Nuh menjawab :
"Tidak mungkin aku akan meninggalkan risalah yang dibebankan oleh Allah
kepadaku untuk kusampaikan kepada umat manusia? Kamu berdua terus-menerus
menyembah batu dan kayu yang tidak dapat mendatangkan mudarat ataupun manfaat;
dan kamu enggan menyembah Tuhan yang Maha Esa lagi Berkuasa." Mendengar
perdebatan itu, anak-anak Nabi Nuh yang lain terbangun dari tidurnya. Mereka
semua bangun dan menghampiri ketiga orang itu, untuk mengetahui masalah yang sebenarnya
terjadi. Melihat itu sang ibu segera berkata kepada mereka semua. "Ayahmu
menghendaki agar kita meninggalkan tuhan-tuhan yang biasa kita sembah untuk
kita menyembah tuhannya yang ia katakan telah mengutusnya untuk membimbing
manusia." "Siapakah Tuhanmu itu, ayah?" Tanya anak-anak Nabi Nuh
kepada ayah mereka.
"Dia adalah Pencipta langit dan bumi serta semua
makhluk yang ada di atas alam ini. Dialah yang memberi rezeki, mematikan semua
manusia di hari perhitungan (kiamat)," jawab Nabi Nuh. "Di manakah
Dia berada, Ayah? Apakah Ia berada di Makbad besar bersama tuhan-tuhan yang
biasa kami sembah?" Tanya salah seorang di antara anak-anak Nabi Nuh.
"Anak-anakku," kata Nabi Nuh : "Sesungguhnya Allah tidak
dibatasi oleh ruang atau waktu. Dia adalah Pencipta ruang dan waktu itu
sendiri. Dia tidak dapat dilihat oleh mata kita." "Jika demikian,
bagaimana kita mengetahui bahwa Dia ada?" Tanya yang lain. Nabi Nuh
menjawab : "Dari tanda-tanda kekuasaan-Nya atas segala sesuatu dari
ciptaan-Nya dan pengadaan-Nya, dari langit yang ditinggikan-Nya tanpa tiang;
dari bumi yang dihamparkan-Nya dan di dalamnya terdapat sungai-sungai dan
lautan; dari hujan yang tercurah dari langit dan menumbuhkan tanaman yang
memberikan sumber rezeki manusia dan haiwan-haiwan; dan dari kekuasaan-Nya
menciptakan manusia dan mematikan mereka; yang semua itu ada di hadapan
kita." Mendengar itu, anak-anak Nabi Nuh serentak berkata : "Allah
telah melapangkan hati kami untuk menerima kebaikan yang ayah serukan."
Betapa terperanjatnya hati isteri Nabi Nuh tatkala mendengar pengakuan terus
terang anak-anaknya akan risalah yang diserukan Nabi Nuh. Ia segera bangkit
dari duduknya dan menghampiri Kan'an, sambil berkata kepada
suaminya."Telah rosak akal anak-anakmu dengan seruan itu. Tuhan kami akan
mengutu dan menurunkan seksa kepadamu!" Ketika wajah anak-anak mereka
menampakkan kehairanan Nabi Nuh menjawab: "Nanti kamu akan mengetahui
bahwa berhala-hala itu tidak berkuasa memberikan manfaat dan tidak kuasa pula
menolak kemudaratan atas dirinya. Bagaimana ia akan berkuasa berbuat sesuatu
kepada yang lain?" Isteri Nabi Nuh tidak berhenti dalam usaha
menghalang-halangi dakwah kebajikan yang diserukan oleh Nabi Nuh kepada
kaumnya.
Setiap datang jiran tetangga yang hendak beriman kepada ajaran Nabi Nuh,
dan meminta pendapat isteri Nabi Nuh dalam hal itu, isteri Nabi Nuh selalu
mencadangkan orang-orang itu agar tidak mengikuti seruan suaminya. Bahkan ia
berkata kepada mereka : "Sekiranya seruan Nuh itu baik, nescaya aku dan
anakku, Kan'an mengikutinya." Dengan pertanyaan isteri Nabi Nuh itu,
pulanglah para tetangga itu dengan hati yang yakin, dan hilanglah keraguan
terhadap tuhan-tuhan yang biasa mereka sembuh. Beberapa tahun telah berlalu,
dan isteri Nabi Nuh bukannya semakin condong kepada ajaran suaminya. Rasa
pertentangannya dengan Nabi Nuh bahkan semakin besar dan kuat. Bersama
berlalunya waktu, isteri Nabi Nuh semakin berpaling dari seruan kebenaran yang
disampaikan oleh suaminya. Ia berkata kepada Nabi Nuh : "Tidak ada yang
mengikutimu kecuali hanya beberapa orang miskin. Sekiranya bukan karena
kemiskinan yang mereka derita, nescaya mereka tidak akan mengikutimu. Bukankah
hal ini cukup menjadi bukti bagimu bahwa seruanmu itu batil? Semua orang
memperolok-olokkanmu. Maka sebaiknya kamu hentikan seruanmu itu kepada
manusia...." Meskipun demikian, Nabi Nuh tetap berjalan di atas kebenaran
Ilahi yang menuntut kepada kebajikan. Ia pikul semua penderitaan dan kejahatan
orang yang merintanginya untuk menyampaikan risalah Tuhannya, meskipun
bertahun-tahun jumlah kaum mukminin tidak lebih dari seratus orang. Nabi Nuh
selalu berdoa kepada Allah: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menyeru
kaumku malam dan siang. Maka seruanku itu hanya membuat mereka lari dan semakin
menjauh. Dan sungguh, setiap kali aku menyeru mereka agar engkau mengampuni
mereka, mereka memasukkan anak jari ke dalam telinganya dan menutup dirinya
dengan pakaiannya dan mereka tetap ingkar dan menyombongkan diri dengan
keangkuhan. Kemudian kuseru mereka dengan terang-terangan. Dan berbicara kepada
mereka di halayak ramai, dan juga dengan diam-diam. Maka, aku katakan kepada
mereka: "Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sungguh, Dia Maha Pengampun.
Nescaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan memperbanyak
harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun- kebun, dan mengadakan
(pula di dalamnya) sungai-sungai untukmu. Mengapa kamu tidak percaya akan
kebesaran Allah? Padahal sesungguhnya Dia telah menciptakan kamu dalam beberapa
tingkat kejadian? Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan
tujuh langit bertingkat-tingkat? Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai
cahaya, dan menjadikan matahari sebagai pelita? Dan Allah menumbuhkan kamu dari
tanah dengan sebaik-baiknya, kemudian dia mengembalikan kamu ke dalam tanah dan
mengeluarkan kamu (darinya pada hari kiamat) dengan sebenar-benarnya? "Dan
Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan supaya kamu melalui jalan-jalan
yang luas di bumi itu?" Nuh berkata: Ya, Tuhanku, sesungguhnya mereka
telah menderhakaiku, dan telah mengikuti orang-orang yang harta dan
anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka. Dan melakukan
tipu daya yang amat besar." Dan mereka berkata: "Jangan sekali-kali
kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu
meninggalkan (penyembahan) Wadd dan jangan pula Suwa, Yaghuts, Ya'uq, dan
Nasr." "Dan sesungguhnya mereka (sembahan-sembahan berhala) telah
menyesatkan orang ramai. Maka, janganlah Engkau tambahkan bagi orang- orang
yang zalim itu selain kesesatan." (Lihat surah Nuh ayat 5-24) Allah
memerintahkan Nabi Nuh membuat sebuah bahtera. Pada suatu hari, isteri Nabi Nuh
melihat suaminya mendatangkan kayu-kayu dan menyuruh para pengikutnya agar
meletakkan kayu-kayu itu di tengah-tengah kota, padahal kota itu jauh dari laut
dan sungai. Maka, bertanyalah sang isteri kepada suaminya. "Apakah yang
akan engkau perbuat dengan semua kayu ini, Nuh?" "Aku akan membuat
sebuah bahtera," jawab Nabi Nuh. "Mengapa engkau membuat bahtera,
sedangkan di sini tidak ada lautan atau sungai yang dapat melayarkannya?"
Tanya isteri Nabi Nuh. Nabi Nuh menjawab: "Bahtera ini akan belayar ketika
datang perintah Allah." Kembali isteri Nabi Nuh menyanggahnya:
"Bagaimana orang yang berakal akan percaya dengan ungkapanmu itu?"
"Nanti engkau akan melihat bahwa hal itu akan terjadi," kata Nabi
Nuh. Setelah beberapa langkah isteri Nabi Nuh meninggalkan tempat itu, ia masih
sempat bertanya sekali lagi: "Apakah bahtera ini akan berlayar di atas
pasir?" Nabi Nuh menjawab dengan penuh keyakinan : "Tidak! Tetapi
banjir akan menenggelamkan bumi dan orang-orang yang menentang kami, dan kaum
mukminin akan selamat di atas bahtera..." Maka, pergilah isteri Nabi Nuh
untuk menyelesaikan urusannya. Dia tidak percaya sedikit pun pada apa yang
dikatakan suaminya itu. Walaupun begitu, ia sebenarnya merasa hairan kepada
berita yang disampaikan oleh Nabi Nuh. Ia bertanya-tanya kepada dirinya
sendiri. "Nanti akan engkau saksikan, apakah Nabi Nuh akan membiarkanmu
berlayar bersamanya di atas bahtera!" Belum selesai ia memikirkan hal yang
menghantui fikirannya itu, terdengar suara Kan'an memanggilnya. "Apakah
bahtera itu, ibu?" Maka, ibunya mengisahkan peristiwa dialog antara
dirinya dan Nuh, dan mengkhabarkan pula kepada Kan'an bahwa ayahnya akan
membuat sebuah bahtera di tengah kota. Kan'an nyaris tidak mendengar semua
cerita ibunya, karena ia menjadi tertawa terbahak-bahak tiada henti.
Kemudian
ia berkata : "Kalau begitu, benar apa yang dikatakan orang tentang
ayahku!" Isteri Nabi Nuh memandang anaknya sambil menyesali dirinya.
"Aduhai malangnya nasib yang membuatku menjadi isteri lelaki itu selama
bertahun-tahun. Berapa lama lagi aku harus menanggung sengsara dan celaka
seperti ini?" Kemudian ia membawa anaknya pergi ke Makbad Besar. Di Makbad
Besar, sekelompok orang sedang berbantah-bantah tentang Nabi Nuh. Melihat
isteri Nabi Nuh dan Kan'an datang mereka segera berkelompok di sekelilingnya
dan berkata kepadanya. "Benarkah berita yang sampai kepada kami bahwa Nuh
akan membuat sebuah bahtera?" "Hal itu aku dengar dari mulut Nuh
sendiri," jawab isteri Nabi Nuh. Bertambahlah kemarahan orang-orang itu.
Jika hal itu dimaksudkan sebagai olok-olok Nuh kepada mereka, maka mereka akan
mengusir Nabi Nuh dari negeri mereka. Kaum Nabi Nuh tersebut kemudian pergi ke
tengah kota. Di sana Nabi Nuh sedang mempersiapkan kayu-kayu untuk dibuat
bahtera. Di sekelilingnya ada sekelompok orang-orang yang beriman kepadanya
yang membantunya menyediakan kayu-kayu itu. Sementara itu, kaum Nabi Nuh mulai
mengolok-oloknya. Salah seorang dari mereka berteriak. "Baiklah, Nuh!
Nyata sekali bahwa kamu akan datang dengan membawa bahtera kepada kami di sini,
sehingga kami dapat naik bahtera yang kamu buat di atas padang pasir yang
tandus ini!" Suara yang lain terdengar:
"Baiklah, Nuh! Apakah kamu
akan menyuruh kaum mukminin untuk datang kepadamu dengan membawa bekas-bekas
yang penuh air untuk dituangkan ke bawah bahtera ini sehingga engkau dapat
membuat sebuah kolam yang di atasnya bahteramu belayar?" Yang lain lagi
berseru." Hal itu tentu saja akan memakan waktu beberapa ratus tahun,
tahukah kamu, Nuh?" Kemudian di antara mereka ada yang tertawa sambil
mengejak Nabi Nuh." Dan semua air akan diserap oleh pasir..." Nabi
Nuh tidak memberikan jawapan terhadap ejekan-ejekan dan cemuhan-cemuhan mereka
itu melainkan hanya berucap dengan beberapa kalimat pendek : "Jika kamu
memperolok kami, kami pun akan memperolokkan kamu, sebagaimana kamu
memperolokkan kami! Tapi kamu akan sedar, kepada siapa akan datang azab yang
meliputi dirinya dengan kehinaan. Dan kepada siapa akan turun azab yang tiada
akhirnya." (Surah Hud ayat 38-39) Beberapa tahun telah berlalu. Nabi Nuh
telah menyelesaikan bahtera ciptaannya. Sementara itu, ejekan yang datang dari
kaum di sekelilingnya tidak berhenti, siang dan malam. Isteri Nabi Nuh dalam hal
itu selalu memberitahu kaum musyrikin tentang kesedihan suaminya selama itu.
Mendengar berita itu, makin bertambahlah kegembiraan hati mereka.
Pada suatu
hari, isteri Nabi Nuh terbangun dari tidurnya karena sesuatu yang
menggelisahkan hatinya. Di rumahnya, Nabi Nuh mengumpulkan setiap jenis haiwan
dan burung, masing-masing sepasang. Melihat perbuatan Nabi Nuh itu, isterinya
bertanya. "Nuh, apa yang kamu lakukan? Dan ke mana kamu akan pergi dengan
semua haiwan dan burung itu? Apakah kaum mukminin yang bersamamu akan makan
haiwan- haiwan dan burung-burung itu, dan engkau tinggalkan kami di sini tanpa
apa-apa?" "Tuhanku telah memerintahkan kepadaku untuk membawa
haiwan-haiwan dan burung-burung di dalam bahtera!" Jawab Nabi Nuh. Dengan
agak pelik, isteri Nabi Nuh bertanya : "Bagaimana Tuhanmu memerintahkan
seperti ini?" Nabi Nuh menjawab : "Kelak akan kubawa setiap pasang
binatang dan semua kaum mukminin di dalam bahtera ini, dengan kebenaran yang
diperintahkan oleh Tuhanku kepadaku." Isteri Nabi Nuh tidak mahu diam. Ia
bahkan berusaha membantah sambil berkata: "Apa yang akan kamu lakukan
dalam bahtera itu? Apakah kalian akan meninggalkan rumah dan hidup bersama
haiwan-haiwan dan burung- burung ini?" Nabi Nuh menjawab : "Kelak air
akan menenggelamkan segala sesuatu, dan tidak ada yang akan selamat kecuali
siapa yang naik ke atas bahtera ini, kemudian memulai kehidupan baru yang
muncul dengan fajar keimanan!" Kali ini isteri Nabi Nuh benar-benar merasa
takut dan ngeri dengan ucapan suaminya itu. Namun, karena keingkarannya telah
keras membatu, ia tetap berusaha menekan rasa takutnya itu. Segera ia pergi
untuk memberitahu kaumnya tentang yang diperbuat suaminya.
Maka, bertambah
keraslah ejekan mereka kepada Nabi Nuh dan apa yang diperbuatnya. Ketika datang
masa yang dijanjikan oleh Allah, terperanjatlah kaum Nabi Nuh melihat datangnya
banjir yang besar serta merta. Pintu-pintu langit terbuka dan mencurahkan air
hujan ke bumi, sedangkan Nabi Nuh bersama orang-orang yang beriman belayar di
atas bahtera tanpa isterinya dan Kan'an puteranya. Mereka berdua menolak ketika
Nabi Nuh memerintahkannya agar ikut bersama ke atas bahtera. Bahkan mereka
berkata : "Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat
menyelamatkan daku dari banjir!" (Hud ayat 43) Banjir terlalu besar,
hingga puncak gunung pun tenggelam. Maka tenggelamlah sang ibu bersama
puteranya dalam gelombang banjir yang dahsyat.
Kisah mereka di dalam Al-Quran
sentiasa menjadi tanda dan peringatan bagi seluruh kaum mukminin bahwa petunjuk
itu kadang-kadang terasa lebih jauh meskipun bagi orang yang paling dekat dengan pemberi
petunjuk itu sendiri.
No comments:
Post a Comment