Ladang minyak Duri di Sumatera telah digali oleh PT Chevron Pacific
Indonesia (CPI) sejak 1950-an. Produksinya saat ini mencapai 460 ribu
barel per hari. Tapi negara dirugikan, kenapa?
Anggota Komite
Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumir (BPH Migas) Qoyum
Tjandranegara mengatakan, kerugian yang dialami pemerintah mencapai US$
2,2 miliar/tahun.
"Ini dikarenakan lifting minyak Duri dengan
menggunakan gas bumi yang berdampak pada kerugian negara," kata Qoyum
dalam makalahnya berjudul 'Ekspor Gas Bumi & Lifting Minyak Dengan
Gas Bumi Berakibat Negara Kehilangan Devisa' yang dikutip, Senin
(23/4/2012).
Qoyum menjelaskan, semula untuk menghasilkan lifting
minyak mentah duri sebesar 400 ribu barel per hari dibutuhkan 60 ribu
barel per hari untuk bahan bakar pembuat steam (uap air) yang digunakan
untuk mengangkat minyak Duri.
"Sekarang untuk menambah lifting
minyak sebesar 60.000 barel per hari sehingga produksi menjadi 460.000
barel per hari,maka bahan bakarnya diganti dengan gas bumi sebesar 360
mmscfd," ungkapnya.
Kata Qoyum, jika harga minyak mentah US$ 110
per barel disamakan dengan gas bumi, maka harga gas bumi adalah US$ 17,4
per mmbtu. "Maka harga BBM = US$ 1,4 x US$ 110 per barel = US$ 154
barel per hari. Sehingga pemerintah di sini rugi sebesar US$ 44 x 60.000
barel per hari x 365 hari artinya negara rugi US$ 964 juta per tahun,"
rincinya.
Kerugian negara US$ 964 juta per tahun ini belum
berhenti. Kata Qoyum, kalau harga gas yang dibayar Chevron hanya US$
8,0/mmbtu, maka pemerintah akan ada tambahan kerugian '(17,4-8) x 360 X
10 pangkat 6 x 365 = US$ 1,235 miliar per tahun'.
"Dengan
demikian kerugian negara menjadi kurang lebih US$ 2,2 miliar per tahun
dan yang diuntungkan adalah pihak Chevron," tegasnya.
Menurut
Qoyum tentunya hal ini sangat ironi, karena masyarakat harus dibebani
dengan energi mahal (BBM), sementara kekayaan energi yang murah ini (gas
Bumi) malah dinikmati oleh masyarakat di negara-negara sahabat yang
mengimpor gas bumi dari negeri Indonesia.
"Ke depan kita harus
hindari ekspor gas, sebab ini sesuai dengan amanat UU Migas No. 22/2001,
Pasal 8 yang berbunyi: Pemerintah memberikan prioritas terhadap
pemanfaatan gas bumi untuk kebutuhan dalam negeri," tutup Qoyum.
Sumber Berita dari Rista Rama Dhany Detik Finance (www.detik.com)
No comments:
Post a Comment